BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 27 Februari 2013

KPK Tunggu "Halaman" Berikutnya dari Anas Urbanigrum

VIVAnews - Penetapan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum kerap ditarik-tarik ke ranah politik. KPK menegaskan, tak ada politisasi atau intervensi dalam kasus Hambalang.

"Jangan kaitkan kasus AU dengan politik. Penetapan AU sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti yang cukup," kata juru bicara KPK Johan Budi SP kepada VIVAnews, Rabu 27 Februari 2013.

Anas pun menyatakan ada intervensi dalam kasus yang melilitnya, proyek Rp2,5 triliun di Hambalang, Bogor. Dalam pidato saat mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas menyatakan, penetapan dirinya sebagai tersangka bukan akhir dari segalanya. Justru ini adalah permulaan. "Saya nyatakan adalah halaman pertama. Masih banyak halaman berikutnya yang akan kita buka dan baca bersama," kata Anas saat itu.
Sahabat Anas sesama kader HMI, politisi Hanura Yuddy Chrisnandi, mengatakan, “Soal Century itu termasuk dalam ‘halaman berikutnya’ yang dimaksud Anas dalam pidatonya.”
KPK pun berharap Anas memberikan informasi yang dia ketahui kepada penyidik. "Kami tunggu dari saudara AU. Sampaikan saja halaman 1, halaman 2, dan seterusnya kepada KPK untuk ditindaklanjuti," kata Johan.

Diberitakan sebelumnya, KPK akhirnya resmi menetapkan Anas sebagai tersangka proyek fasilitas olahraga di Hambalang, Bogor pada Jumat 22 Februari 2013. KPK menduga Anas menerima pemberian terkait proyek tersebut, saat yang bersangkutan menjadi anggota DPR.

Sebelum menetapkan Anas tersangka, KPK terlebih dahulu menggelar ekspose di hari Jumat tersebut. "Ini bukan gelar perkara satu-satunya. Sudah ada gelar perkara sebelumnya," jelas Johan. Apalagi, dalam ekspose hari Jumat, semua pimpinan bersuara bulat menepatkan Anas sebagai tersangka.

Johan mengakui ada persepsi publik yang mengaitkan penetapan Anas sebagai tersangka ini dengan pidato Presiden SBY di Jeddah yang meminta kepastian status Anas. Kemudian, diikuti dengan beredarnya kopian dokumen draf pengajuan sprindik.

"Terhadap itu, Pimpinan KPK bergerak cepat dengan membentuk Komite Etik. Ini memberikan gambaran kepada publik, sejauh mana KPK memperlakukan dirinya sendiri." (sj)

Tidak ada komentar: