BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 14 Februari 2013

Ortus Kuasai Monorel, No Free Lunch untuk Jokowi

INILAH.COM, Jakarta – There ain't no such thing as a free lunch. Begitu kira-kira ungkapan bisnis untuk menyebut bahwa tidak ada yang gratis di dunia ini. Ketika ada pihak yang menyediakan barang dan jasa, ketika itu pula harus ada orang lain yang harus membayarnya.
Dan, ungkapan itu kembali berhembus terkait dengan proyek monorel di Jakarta. Belum lama ini, PT Jakarta Monorail (PT JM) menyatakan siap melanjutkan proyek monorel di Jakarta setelah Ortus Group yang menjadi pemegang saham utama JM siap mengelontorkan dana untuk seluruh kebutuhan proyek tersebut.
Siapa Ortus Group? Ini adalah kelompok usaha yang didirikan oleh Edward Soeryadjaya, putra William Soeryadjaya almarhum, pemilik perusahaan otomotif terkemuka di negeri ini. Ortus Group menyatakan siap menyediakan dana lagi untuk monorel. Tentu saja, uang itu bukan dari APBD milik DKI Jakarta, melainkan dari kocek perusahaan alias dana swasta.
Menurut Direktur Utama PT JM Sukmawati Syukur, Ortus tengah dalam proses untuk mengakuisisi saham PT JM hingga 90% atau mayoritas. Ini tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit dan Ortus sudah menyatakan komitmennya. "Kami akan sediakan dana sebesar yang dibutuhkan untuk proyek ini," kata Fachmi Zarkasi, Direktur Ortus Group.
Kehadiran Ortus ini cukup mengejutkan karena sebelumnya perusahaan milik Jusuf Kalla, yakni Hadji Kalla Group yang menyatakan siap melanjutkan proyek itu. Kehadiran Ortus sudah pasti akan menggeser posisi Kalla, meskipun Ortus menyatakan siap berkongsi dengan Kalla.
Lalu mengapa harus ada ungkapan no free lunch? Tentu saja, karena Edward Soeryadjaya adalah pengusaha yang berada di balik kesuksesan pencalonan Jokowi-Ahok dalam Pilkada DKI pada 2012 lalu. Edward terlihat aktif bersama pengusaha Djan Faridz mendukung Jokowi untuk mengalahkan incumbent Fauzi Bowo ketika itu.
Ketika Pilkada berlangsung, cukup ramai disorot bahwa Edward Soeryadjayamenyumbang dana besar untuk Jokowi. Edward pun mengakui adanya sumbangan dana miliaran kepada Jokowi–Ahok seperti tertuang dalam laporan Rakyat Merdeka 30 Juli 2012.
Ketika itu, untuk pasangan Jokowi-Ahok, konon Edward menggelontorkan dana hingga Rp60 miliar. Jumlah itu lebih kecil dibandingkan sumbangan pengusaha properti yang kini menjadi Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz sebesar Rp 80 miliar.
Kemunculan tiba-tiba Ortus Group dalam proyek monorel ini boleh jadi terkait dengan dukungan itu. Ketika Jokowi berkuasa, kepada siapa lagi bisnis monorel akan jatuh kalau bukan kepada pendukungnya. Bisa jadi, masuknya Ortus Group ke bisnis monorel ini sebagai ungkapan terima kasih Jokowi atas dukungannya yang lalu.
Bagaimana dengan Jusuf Kalla? Tak dipungkiri lagi, JK adalah pendukung utama Jokowi di Pilkada DKI. Bahkan menjelang pemilihan, Jokowi merasa perlu sowan kepada JK di kediamannya. JK pulalah yang terang-terangan mengusulkan pencalonan Jokowi untuk menggeser Fauzi Bowo.
Namun, keinginan Hadji Kalla Group masuk ke bisnis Monorel ini harus tergeser oleh Ortus yang menyatakan komitmennya untuk menyediakan berapapun dana yang dibutuhkan. Luar biasa!

Tidak ada komentar: