BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 15 Februari 2013

Lembaga Survei Karbitan Menjamur Jelang Pemilu

RMOL. Setahun mendekati pemilu, mulai banyak lembaga survei yang mengeluarkan survei tentang calon presiden (capres) dan partai politik (Parpol). Banyak mempertanyakan keabsahan hasil survei lembaga tersebut.

Survei teranyar minggu ini, dirilis oleh sebuah kajian kelompok politik.  Tiba-tiba saja  kelompok tersebut mengeluarkan survei tentang peluang tokoh militer yang layak menjadi capres pada Pemilu 2014. Survei ini menggunakan responden mahasiswa.

Hasil survei itu menempatkan tokoh militer, yakni Sutiyoso, Djoko Suyanto dan Wiranto pada posisi tiga teratas daftar capres militer potensial 2014.

“Ketiga tokoh itu dapat nilai tertinggi dari 10 nama perwira dan bekas perwira tinggi militer lainnya yang disurvei,” ujar salah satu petinggi di lembaga survei tersebut di Jakarta, kemarin.

Namun, banyak kalangan yang mempertanyakan hasil survei penelitian lembaga ini. Sebab, metode survei ini sangat berbeda dengan survei capres lainnya. Dalam hasil survei dari berbagai lembaga selama tahun 2012, biasanya nama bekas Danjen Kopassus Prabowo Subianto selalu masuk tiga besar, tapi dalam survei ini bahkan tidak masuk tiga besar.

Pengamat politik Universitas Islam Asyafiiyah Masriadi Pasaribu mengaku sudah tidak percaya dengan hasil survei. Alasannya, lembaga survei sudah terkontaminasi dengan kepentingan materialistis pemiliknya.

Masriadi bilang, mayoritas hasil survei yang dikeluarkan sekarang ini pesanan. Dia mengaku tahu banyak mengenai kebobrokan lembaga survei tersebut. “Survei untuk capres itu biasanya dipesan dengan harga Rp 1 miliar. Sedangkan untuk pemilihan kepala daerah masih bisa di bawah Rp 1 miliar,” ungkapnya.

Menurut dia, lembaga survei di Indonesia sudah tidak fair dalam memilih sample/responden. Responden yang dilibatkan dalam survei mayoritas merupakan kelompok yang didesain untuk kepentingan pemesan.

“Mendekati pilpres akan menjamur lembaga survei karbitan yang mencari proyek musiman. Disamping tentunya lembaga survei lama yang mengeluarkan hasil survei ajaib alias pesanan ,” sindirnya.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP Syaifullah Tamliha menilai, lembaga survei tidak bisa lagi dijadikan sebagai parameter untuk menggambarkan elektabilitas capres ataupun parpol. Lembaga survei sata ini  sangat komersil.

Dia menyatakan, lembaga survei pesanan mudah identifikasi. Salah satunya, dari jumlah responden. “Kalau jumlah responden ribuan itu pasti pesanan. Karena nggak mungkin lembaga survei melibatkan responden ratusan responden karena biayanya mahal. Memang hidup dari mana lembaga survei. Pasti ada donaturnya,” kata dia.

Syaifullah mengharapkan ke depan Undang-Undang Pemilu bisa mengatur keberadaan lembaga survei secara rinci. Dalam Undang-Undang Pemilu, lembaga survei hanya boleh mengeluarkan survei hanya yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu).

Selain itu, lembaga survei yang boleh mengumumkan survei kepada publilk hanya yang memiliki struktur organisasi yang jelas dan lengkap. Lembaga survei yang hanya punya struktur Direktur harus dilarang mengumumkan survey kepada publik.

“Masak lembaga survei struktur organisasi hanya direktur, kan aneh. Terus mengeluarkan hasil survey hanya menjelang pemilu. Ini pasti lembaga karbitan,” pungkasnya. Karena itu, masyarakat diharap tidak mudah dengan berbagai hasil survei saat ini.

Yang Ketahuan Dibayar, Harusnya Ditindak Dong

Miryam Haryani, Wasekjen DPP Partai Hanura

Sebagai anggota DPR saya kesal dengan hasil survei yang keluar belakangan ini. Survei yang muncul belakang ini kental bau pesanannya. Menjelang pemilu lembaga survei pesanan pasti akan menjamur.

Mendekati pemilu lembaga survei pesanan akan banyak bermain mengenai survei elektabilitas capres dan elektabilitas partai politik. Survei mengenai capres dan parpol memang menggiurkan dan bisa mendatangkan profit.

Jujur kalangan politisi dan masyarakat awam sebenarnya sudah apatis dan meragukan kredibilitas sejumlah lembaga survei. Publik banyak ragu dengan metodologi akademis yang diimplementasikan lembaga survei. Banyak orang tahu hasil suvei sekarang terlihat sangat subjektivif dan kental keberpihakan terhadap kepentingan kelompok tertentu. Sebenarnya mengetahui hasil sekilas saja, kita bisa mereka-reka mana hasil survei pesanan dan mana yang objektif.

Saya berharap menjelang pemilu masyarakat kita semakin cerdas dan kritis. Toh saya yakin masyarakat juga tidak akan terpengaruh dengan hasil survei. Masyarakat kita sekarang ini sudah punya penilaian sendiri tentang politisi, parpol dan capres yang akan dipilihnya.

Harapan saya sebagai anggota DPR, ke depan bisa segera lahir undang-undang yang mengatur lembaga survei. Undang-undang sangat penting untuk menghindari pembohongan publik dan penggiringan opini. Lembaga survei yang nantinya melanggar etika dan metodelogis harus dikenai sanksi.

Lembaga survei ketika ketahuan tidak objektif, tidak independen, dan ketahuan dibayar untuk menjatuhkan pihak tertentu harus ditindak. Tindakan yang paling ringan bagi lembaga survei nakal mungkin peringatan, sedangkan sanksi beratnya pembubaran. Ke depan izin pendirian lembaga survei juga harus diperketat, jangan sampai ada lagi lembaga survei yang muncul hanya sewaktu mendekati pemilu.

Survei Jatuhkan Lawan Politik Bakal Laku Keras
Ray Rangkuti, Direktur Eksekutif, Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima)
Tidak menutup kemungkinan menjelang pemilu akan banyak lembaga survei pesanan yang beredar di masyarakat. Soalnya, menjelang pemilu seperti sekarang lembaga survei kerap dimanfaatkan bukan hanya untuk mengukur tinggat popularitas individu ataupun kelompok, tetapi juga dimanfaatkan untuk menjatuhkan kalangan tertentu.

Sejatinya, survei itu karya akademik yang dihasilkan dengan metode ilmiah dan memiliki kode etik . Namun kita juga tidak bisa memungkiri kalau lembaga-lembaga survei berhak menjalankan fungsi manajemen ekonomi.

Kita pantas binggung dengan lembaga-lembaga survei sekarang, pasalnya banyak diantara mereka merilis survei yang hasilnya sulit diterima logika. Padahal metode yang digunakan lembaga survei sudah ada standar ilmiah.

Tegoklah perbedaan hasil survey yang belakangan ini muncul. Misalnya survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), dimana ada parpol-parpol tertentu yang dilembaga survei lain naik, namun di lembaga survei ini justru mengalami penurunan tanpa ada alasan yang jelas.

Saya berharap, ke depan semua lembaga survei bisa lebih bertanggungjawab dengan mematuhi kode etik intelektual. Sah-sah saja survei dipesan untuk mengukur elektabilitas dan popularitas calon kontestan pemilu. Asalkan hal itu dilakukan secara jujur dan apa adanya.

Memang tidak bisa melarang lembaga survei mencari nilai ekonomis. Mereka mendapatkan penghargaan atas kerjanya. Tetapi tetap harus bisa berpegang teguh kepada realita dan fakta. Survei tidak boleh merekayasa sedemikian rupa. Survei yang melakukan rekayasa hasil adalah bentuk pembohongan publik dan pembodohan. survei model ini harus tertibkan.  [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar: