Jpnn
JAKARTA - Informasi soal keterlibatan Ibas atau Edhie Baskoro Yudhoyono di kasus suap SKK Migas terus ditelusuri KPK. Bahkan, lembaga antirasuah itu menyatakan siap memeriksa putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut. Asalkan, ada pihak lain yang membuka fakta soal keterlibatan Ibas, bukan hanya mencatut.
Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, Ibas tidak akan diperiksa KPK kalau penyebutan namanya berdiri sendiri. Kecuali, ada lagi yang menyebut dan menjelaskan keterkaitan putra Presiden itu dengan kasus yang menyeret mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini itu.
"Akan didalami dan ditelusuri penyidik KPK. Kalau keterangannya didukung keterangan lain, maka KPK akan melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan," jelas Samad. Bagaimana kalau keterangan itu masih berdiri sendiri? dia memastikan KPK masih butuh validasi dan verifikasi lebih lanjut.
Jawaban itu tidak hanya berlaku untuk Ibas. Tetapi, juga Dipo Alam yang namanya ikut disebut-sebut dalam sidang tersangka Simon Gunawan. Seperti diberitakan sebelumnya, nama Ibas dan Dipo terseret setelah tersangka Deviardi mengaku pernah diberitahu oleh bos PT Kernel Oil, Widodo Ratanachaitong.
Isinya, kalau perusahaan tersebut memiliki jaringan ke Istana. Dalam cerita yang disampaikan Widodo pada Maret 2013 itu mengatakan kalau dirinya punya jaringan ke Istana, DPR, dan Dipo Alam. Beda lagi dengan Rudi, menurut Deviardi tugasnya langsung berhubungan dengan Widodo agar Ibas dan Istana tenang.
Entah dua orang itu bisa diperiksa KPK atau tidak. Pasalnya, Widodo yang disebut Deviardi sebagai pemberi cerita saat ini tidak tersentuh KPK. Abraham Samad Cs kesulitan meminta keterangan pada warga negara Singapura itu. Beberapa hari lalu KPK sempat berniat memeriksa, namun Widodo memilih mangkir.
Pria asal Makassar itu menjelaskan, saat ini pihaknya sedang melakukan kordinasi dengan otoritas Singapura. Salah satu kemungkinan yang dibuka adalah memeriksa Widodo di Singapura. Pihaknya memilih untuk jemput bola karena kalau terus dipanggil, kemungkinannya Widodo akan mangkir.
"Kita ingin percepat saja. Sebaiknya kita yang proaktif, dalam artian kita yang mendatangi," jelasnya. Memang, saat ini KPK sedang diburu oleh waktu. Sebab, penahanan Rudi sudah masuk pada masa akhir. Kalau tidak juga dilimpahkan ke pengadilan, Rudi harus dibebaskan.
Saat ditanya kapan proses itu berjalan, Samad mengaku tidak tahu. Yang jelas, langkah itu bukan kali pertama dilakukan KPK. Sama seperti saat membutuhkan keterangan Sri Mulyani di kasus Bank Century, penyidik terbang ke Amerika untuk meminta keterangan.
Rencananya, pihak yang akan diajak kerjasama KPK adalah Corrupt Practices Investigation Bureau atau CPIB. Namun, komunikasi masih dilakukan dan belum ada kesepakatan apapun. "Kita ingin dapatkan info yang akurat, sehingga kita datangi. Kalau kita tunggu, biasanya yang bersangkutan terlalu banyak alasan," tegasnya.
Ditanya apa yang akan dilakukan KPK kalau tidak berhasil memeriksa Widodo, Samad mengaku tidak mau berangan-angan. Dia yakin penyidik mampu meminta keterangan bos PT Kernel Oil Singapura itu. Apalagi, saat ini upaya untuk meminta keterangan Widodo menjadi prioritas.
Dia juga meminta agar tidak terlalu dirisaukan kalau Widodo tiba-tiba menghilang dari Singapura. Samad meyakinkan penyidik punya informasi yang bisa mengetahui keberadaan Widodo. "Kita tidak khawatir. Dulu Nazaruddin bisa kita temukan. Insya Allah, yang penting KPK didoakan," tuturnya.
Terpisah, Samad juga mengatakan kalau penelusuran aliran suap SKK Migas ke gedung parlemen di Senayan. Apalagi, sudah ada pengakuan dari tersangka kalau dia memberikan uang ke anggota Komisi VII salah satunya Tri Yulianto. Saat ini, fokus KPK adalah untuk mengetahui lebih rinci apakah betul ada aliran ke DPR.
"Kalau misalnya dari verifikasi dan validasi menemukan ada bukti aliran itu, maka anggota DPR yang menerima akan segera dipanggil untuk diperiksa," tegasnya. Dia mengaku ingin tahu apakah uang yang mengalir itu didapatkan dengan cara tidak sah.
Bahkan, bukan tidak mungkin kalau setelah ini Komisi VII akan sering diperiksa KPK. Samad menyebut itu konsekuensi kalau menerima hadiah dengan cara yang salah. Tri Yulianto kemarin sudah dipanggil KPK, namun dia mangkir. Tidak alasan pasti kenapa dia enggan datang dan menjelaskan benar tidaknya mendapat uang dari Rudi.
Dalam sidang sebelumnya, Rudi menyebut memberikan uang THR ke Komisi VII. Besarnya USD 200 ribu atau sekitar Rp 2 miliar. Uang itu diberikan melalui Tri Yulianto. "Kalau ternyata dalam perjalanannya mereka terima, maka yang bersangkutan harus bertanggng jawab secara hukum," katanya. (dim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar