BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 02 Desember 2013

Wakil Ketua MK Minta Maaf, Tak Bermaksud Melecehkan Profesi Dokter

Danu Damarjati - detikNews
Jakarta - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat meminta maaf kepada masyarakat soal pernyataannya yang menganalogikan dokter dengan montir. Menurut Arief, pernyataanya dalam seminar di Semarang itu tidak bermaksud untuk melecehkan profesi dokter. 

"Pernyataan tersebut sama sekali tidak saya maksudkan untuk menanggapi isu hangat mengenai kriminalisasi profesi dokter yang berkembang akhir-akhir ini. Dengan penjelasan ini saya berharap kesalahpahaman tentang hal ini dapat diakhiri. Saya juga meminta maaf kepada segenap masyarakat atas ketidaknyamanan dan kesalahpahaman mengenai hal ini," kata Arief dalam pernyataan tertulisnya yang diterima detikcom, Senin (2/12/2013).

Dalam kesempatan seminar tersebut, Arief menjelaskan banyak hal mengenai upaya introspeksi profesi hukum (termasuk profesi hakim). Arief mengatakan bahwa profesi hukum bukanlah sembarang profesi. Dalam menjalankan profesi hukum (dalam kapasitas apa pun) haruslah senantiasa disinari oleh sinar Ketuhanan.

Hal tersebut dikarenakan dalam berhukum tidak hanya bertanggung jawab kepada manusia semata tetapi juga harus bertanggung jawab kepada Allah SWT. Hal itulah yang membuat profesi hukum menjadi profesi yang sangat luhur jika dijalankan sebagaimana mestinya.

Menurut Arief, itulah pilihan kehidupan berhukum yang sudah dipilihkan oleh para founding fathers bahwa berhukum di Indonesia tidaklah sekuler (dipisahkan dari nilai-nilai Ketuhanan atau Teonomokrasi).

"Kemudian, saya juga menganalogkan profesi hukum dengan profesi dokter, yang akhir-akhir ini keduanya menjadi perhatian masyarakat luas," ujar Arief.

Dalam menjalankan profesinya, dokter tidaklah berbeda dengan pengemban hukum, yakni sama-sama harus senantiasa disinari oleh sinar ketuhanan. Hal tersebut dikarenakan dalam menjalankan profesinya, dokter tidak bekerja semata-mata berdasarkan keahliannya, tetapi juga sangat bergantung pada kehendak Allah SWT untuk kesembuhan pasiennya
Oleh karenanya, dalam menjalankan profesinya, dokter harus senantiasa bertanggung jawab, tidak hanya kepada kemanusiaan, akan tetapi utamanya kepada Allah SWT.

"Kemudian saya mengatakan bahwa, profesi dokter tentu sangat berbeda dengan pekerjaan seorang montir yang hanya bertanggung jawab kepada pemilik kendaraan yang menyerahkan kendaraannya untuk diperbaiki dikarenakan baik-buruknya hasil perbaikan kendaraan semata-mata bergantung pada ketrampilan dan kehendak montir itu sendiri," papar Arief. 

"Dari rangkaian pernyataan tersebut, secara tersirat saya justru tidak hanya semata-mata meluhurkan profesi pengemban hukum, akan tetapi saya juga meluhurkan profesi dokter dan tidak sama sekali melecehkan profesi dokter," pungkas Guru Besar Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu.

Tidak ada komentar: