VIVAnews - Sesudah gagal menaikkan harga, subsidi
Bahan Bakar Minyak (BBM) terus membengkak. Pemerintah lalu mencoba jalan
lain yakni mengendalikan konsumsi minyak bersubsidi itu, terutama
premium. Semula pengendalian itu direncanakan berlaku lusa, Selasa 1 Mei
2012, tapi tampaknya mundur lagi. Sebab konsep mekanisme pengendalian
itu belum tuntas disusun.
Semua konsep pengendalian itu akan selesai satu dua pekan ke depan.
Karena itu pemerintah berencana bahwa pengendalian akan dimulai 15 Mei
2012. Lima belas hari dari rencana semula. Meski keputusan pemerintah
itu akan menerbitkan kontroversi dan menimbulkan pro kontra di tengah
masyarakat, pengendalian itu tetap dilakukan. "Kalau tidak, subsidi
malah bisa membengkak," ujar Menko Perekonomian Hatta Rajasa di
Surabaya, Jawa Timur, Minggu, 29 April 2012.
Hatta menjelaskan bahwa proses penggodokan konsep pengendalian BBM
saat ini terus dikebut. Dan konsep yang sedang dikebut itu diharapkan
bisa menyelamatkan anggaran negara dari pembengkakan subsidi BBM yang
belakangan kian besar.( Selengkapnya soal subsidi itu baca di sini). Semua konsep dan tahap-tahap pengendalian BBM itu, katanya, harus disusun dengan tepat dan matang.
Repotnya, sembari mempersiapkan semua konsep itu, beban pemerintah
juga makin berat. Baik beban subsidi maupun beban sosialisasi. Dan
sosialisasi kepada publik itu harus dilakukan secara tepat dan cepat.
"Tujuannya, agar masyarakat tidak panik terkait rencana pengendalian
ini," tegas Hatta.
Lalu bagaimana bentuk pengendalian BBM bersubsidi ini? Berbagai
kemungkinan, kata Hatta, sedang dibahas dengan matang oleh pemerintah.
Dan Hatta berjanji bahwa pemerintah akan memilih opsi yang resiko beban
untuk publiknya paling kecil. Sejumlah opsi itu antara lain: larangan
pengunaan BBM bersubsidi bagi mobil dinas pemerintah, mobil pribadi
dengan kapasitas mesin 1500 cc ke atas, juga pembatasan penjualan BBM di
sejumlah kawasan elit.
Sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengatakan bahwa
pemerintah telah merumuskan tiga solusi pengendalian BBM yang segera
diumumkan dalam waktu dekat. Pengendalian itu penting, katanya, sebab
tidak banyak opsi yang tersedia untuk menjaga APBN-P tetap sehat.
Salah satu opsinya adalah mengurangi secara signifikan
penggunaan BBM bersubsidi. "Dalam keadaan tidak ada kenaikan harga BBM,
volume penggunaan BBM bersubsidi harus dikurangi secara signifikan,"
kata Presiden SBY.
Dampak Sudah Terjadi
Meski
hingga kini pengendalian BBM bersubsidi itu sedang disusun, sejumlah
sektor bisnis sudah kena dampaknya. Salah satunya adalah industri
otomotif. Harga sejumlah mobil bekas, dengan kapasitas mesin di atas
1.500 cc sudah mulai turun. Ada yang turun Rp 2 juta, Rp 5 juta dan
bahkan memotong harga hingga Rp 10 juta. Dengan dikson sebesar itu
jumlah penjualan tetap saja turun. (Harga mobil apa saja yang turun baca di sini).
Turunnya harga mobil bekas itu terjadi di hampir semua kota di
Indonesia. Tommi, pemilik Show Room Mobil, Sun Motor di Jalan Ring Road
Selatan Yogyakarta mengungkapkan bahwa saat ini hampir seluruh show
room penjual mobil bekas dengan kapasitas mesin diatas 1.500 menderita
kerugian. “Jika beruntung, harga yang kami jual sama dengan harga saat
mobil dibeli oleh show room. Impas saja kami sudah untung,” keluhnya.
Sebelum
rencana pembatasan BBM itu ramai dibicarakan, para penjual mobil bekas
di Yogyakarta bisa menjual sedikitnya 4-5 unit dalam sepekan. Namun saat
ini paling banyak hanya laku 2 unit.
Tak hanya iklim usaha di
sektor riil, ketidakpastian kebijakan BBM juga berimbas pada pasar modal
di tanah air. Bahkan, ketidakpastian itu telah mempengaruhi transaksi
saham di Bursa Efek Indonesia selama beberapa hari terakhir.
Pengamat
pasar modal, David Cornelis, menegaskan bahwa pembatasan BBM yang
belum jelas -- dari rencana semula 1 Mei 2012 dan terus mundur lagi --
turut mempengaruhi minat para investor terhadap sejumlah saham di lantai
bursa. "Pengaruh itu terutama untuk saham-saham unggulan, meski tidak
berdampak langsung terhadap performa perseroan," kata David kepada
VIVAnews.com. ( Soal pengaruh terhadap bursa itu selengkapnya baca di sini).
Rencana
yang tidak pasti itu memang membuat sejumlah pelaku usaha menjadi
gerah. Terutama sektor-sektor industri yang terkena dampak. Para
pengusaha otomotif yang tergabung dalam Gabungan Industri Kendaraan
Bermotor Indonesia (Gaikindo) akhirnya mendesak pemerintah untuk segera
memastikan rencana pengendalian (BBM) bersubsidi.
Para pengusaha,
kata mereka, membutuhkan kepastian soal rencana pembatasan itu. Agar
bisa menyesuaikan diri dengan kebijakan itu.
"Pemerintah mengharapkan
investasi, tapi ada banyak peraturan aneh. Saya jadi bingung karena
petunjuk pelaksanaan uang muka dan BBM itu hingga kini belum jelas,
"kata Ketua Umum Gaikondo, Jhoni Darmawan. (Selengkapnya baca di sini)
Ketidakpastian recana pembatasan itu, yang kemudian diikuti
ketidakpastian di sejumlah sektor industri, membuat sejumlah kalangan
cemas. Itu sebabnya mereka mendesak agar pemerintah segera bersikap
tegas. Wakil Ketua DPR Pramono Anung mendesak pemerintah tegas dalam
menentukan kebijakan pembatasan BBM bersubsidi ini agar tidak
terus-terusan menjadi polemik.
Polemik yang terus bergulir dan tak menentu itu berdampak terhadap
sektor yang rentan dengan isu BBM. "Dalam banyak hal seringkali rencana
kebijakan yang belum dibahas di rapat kabinet, tapi sudah jadi
perbincangan publik. Malah jadi kontraproduktif," kata Pramono.
(selengkapnya baca di sini)
Pengamat
Ekonomi dari Universitas Gajah Mada (UGM), Sri Adiningsih, dalam
perbincangan dengan VIVAnews.com menilai bahwa dengan rencana yang tidak
menentu itu, sejumlah kalangan akan menduga bahwa pemerintah sebetulnya
belum mempunyai konsep yang jelas mengenai pengendalian BBM bersubsidi.
"Makanya kebijakannya mundur-mundur terus,"katanya.
Wacana
pembatasan BBM bersubsidi itu, katanya, sudah muncul sejak lama, bahkan
berkali-kali pula sudah disampaikan ke khayalak ramai. Namun, hingga
saat ini, belum pernah ada yang bisa diimplementasikan.
Ketidakpastian
rencana pemerintah itu akan menimbulkan ketidakpastian di sejumlah
sektor ekonomi. Menerbitkan pro kontra, dan spekulasi di tengah
masyarakat. Lihat saja, kata Sri, harga barang-barang sudah merangkak
naik. Jadi ketidakpastian itu menimbulkan spekulasi, yang pada akhirnya
justru merugikan masyarakat. Apalagi tidak ada jaminan bahwa semua
konsep itu akan mulus di lapangan.
Agar tidak terus-terusan
menimbulkan spekulasi, Sri menganjurkan kepada pemerintah untuk menahan
diri dalam memberikan pernyataan mengenai kebijakan pembatasan BBM yang
masih dalam pembahasan ini. Kalau konsepnya sudah selesai dan mau
diberlakukan, "Silahkan bicara dan umumkan," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar