JAKARTA
-- Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Ahmad Yani, menilai negara telah lalai atau gagal dalam memenuhi hak-hak
hakim yang telah diamanatkan Undang-undang (UU).
"Negara ini gagal atau lalai dalam memenuhi peraturan perundang-undangan khususnya memenuhi ketentuan yang mengatur hak hakim. Menurut saya gagal atau lalai," kata Yani, memberikan keterangan pers, bersama beberapa hakim di Press Room DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/4).
Dia menyatakan, di dalam UU, hakim disebut sebagai pejabat negara. Bahkan, katanya, hakim ini harus dijaga keluhuran, martabat dan integritasnya. Tapi, menurutnya, negara membiarkan keluhuran, integritas dan martabat hakim itu luntur.
"Kalau kita lihat apa yang diterima hakim semakin menjauhkan hakim terhadap keluhuran, martabatnya," katanya.
"Gaji tidak memadai hanya Rp2 juta. Kalau tunjangan, remunerasi tepat itu, bisa Rp7 juta untuk kepala Pengadilan Tinggi. Sedangkan untuk hakim pemula hanya Rp5 juta. Ini tidak bisa hidup layak dan sama saja negara memberikan peluang hakim bermain-main," katanya.
Dia mengapresiasi aksi mogok yang dilakukan oleh para hakim. Menurutnya, aksi ini bukan yang pertama kali, sebelumnya juga sudah pernah hakim melakukan mogok.
"Saya mendukung mogok sidang daripada hakim menerima sogok. Mogok sidang yes, menerima sogok no," ujar Yani.
Ia mengatakan, Komisi III DPR sudah berulang kali meminta digelar rapat gabungan dengan kementerian terkait untuk membahas permasalahan ini.
Alasannya, masalah ini terkait dengan masalah politik anggaran. Karena, menurutnya, masalah anggaran tidak 100 persen diputuskan oleh DPR. Tapi, 50 persen pemerintah, dan 50 persennya lagi ditentukan DPR. (boy/jpnn)
"Negara ini gagal atau lalai dalam memenuhi peraturan perundang-undangan khususnya memenuhi ketentuan yang mengatur hak hakim. Menurut saya gagal atau lalai," kata Yani, memberikan keterangan pers, bersama beberapa hakim di Press Room DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/4).
Dia menyatakan, di dalam UU, hakim disebut sebagai pejabat negara. Bahkan, katanya, hakim ini harus dijaga keluhuran, martabat dan integritasnya. Tapi, menurutnya, negara membiarkan keluhuran, integritas dan martabat hakim itu luntur.
"Kalau kita lihat apa yang diterima hakim semakin menjauhkan hakim terhadap keluhuran, martabatnya," katanya.
"Gaji tidak memadai hanya Rp2 juta. Kalau tunjangan, remunerasi tepat itu, bisa Rp7 juta untuk kepala Pengadilan Tinggi. Sedangkan untuk hakim pemula hanya Rp5 juta. Ini tidak bisa hidup layak dan sama saja negara memberikan peluang hakim bermain-main," katanya.
Dia mengapresiasi aksi mogok yang dilakukan oleh para hakim. Menurutnya, aksi ini bukan yang pertama kali, sebelumnya juga sudah pernah hakim melakukan mogok.
"Saya mendukung mogok sidang daripada hakim menerima sogok. Mogok sidang yes, menerima sogok no," ujar Yani.
Ia mengatakan, Komisi III DPR sudah berulang kali meminta digelar rapat gabungan dengan kementerian terkait untuk membahas permasalahan ini.
Alasannya, masalah ini terkait dengan masalah politik anggaran. Karena, menurutnya, masalah anggaran tidak 100 persen diputuskan oleh DPR. Tapi, 50 persen pemerintah, dan 50 persennya lagi ditentukan DPR. (boy/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar