INILAH.COM, Bandung - Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad
Hatta khawatir suatu saat Pulau Kalimantan akan berubah panggilan
menjadi " mantan kali" karena semakin maraknya penambangan batu bara di
wilayah tersebut.
"Kalimantan takutnya berubah jadi
mantan kali karena hutannya rusak, nanti sungainya menjadi kering dan
tidak lagi dialiri air," tutur Gusti ketika menyampaikan kuliah umum
bertema "Iptek dan Inovasi untuk Kemajuan Indonesia" di Aula Barat
Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu (21/4/2012).
Menurut dia,
saat ini semakin banyak izin penambangan batu bara yang diberikan
kepada perusahaan-perusahaan di Kalimantan, sehingga dikhawatirkan
menyebabkan kerusakan lingkungan yang meluas.
Gusti yang Guru
Besar Universitas Lambung Mangkurat Kalimantan Selatan itu juga
menengarai model penambangan batu bara yang terjadi saat ini mengulang
kesalahan yang sama seperti yang terjadi pada penjualan kayu dari
hutan-hutan Kalimantan.
"Dulu kita menjual kayu-kayu gelondongan
begitu saja ke luar negeri tanpa diolah sehingga kehilangan nilai
tambah. Ketika hutannya sudah habis baru kita sadar kalau salah," kata
Gusti yang sempat menjabat Menteri Lingkungan Hidup itu.
Saat
ini, lanjut dia, batu bara pun diekspor begitu saja dalam keadaan mentah
ke luar negeri sehingga Indonesia tidak mendapat nilai tambah.
Menurut Gusti, sebenarnya Indonesia memiliki semua persyaratan yang dibutuhkan untuk menjadi negara yang perekonomiannya kuat.
Ia
memberikan contoh Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit
terbesar di dunia, penghasil karet kedua terbanyak di dunia, penghasil
nikel ketiga terbesar di dunia dan tembaga kedua terbesar di dunia.
"Tapi semuanya itu kita kirim ke luar negeri dalam bentuk bahan mentah," ujarnya.
Sebaliknya, lanjut dia, industri dalam negeri justru mendatangkan bahan baku secara impor dari luar negeri.
Gusti
pun menceritakan pengalamannya ketika ia baru saja menduduki kursi
Menristek. Menurut dia, saat itu pada awalnya ia berbangga hati karena
BUMN seperti PT Pindad dan PT LEN sudah mampu menghasilkan produk
berteknologi tinggi.
"Tapi kebanggaan itu berkurang setelah saya tahu bahan baku yang mereka pakai ternyata masih impor," ujarnya.
Karena
itu, misi pria kelahiran Banjarmasin 1 September 1952 tersebut sebagai
menristek salah satunya adalah mempertemukan para peneliti dengan
kalangan industri agar bisa bekerjasama menciptakan teknologi yang
sepenuhnya mengandung komponen dalam negeri.[ito]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar