Depok, Jawa Barat
(ANTARA News) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menggelar
uji kompetensi jurnalis (UKJ) bagi 20-an anggotanya, menyusul penetapan
oleh Dewan Pers bahwa AJI adalah organisasi pers yang berhak
melaksanakan sertifikasi wartawan.
Pelaksanaan UKJ anggota AJI di Kampus Diklat Bina Swadaya Mekarsari,
Cimanggis, Depok, Jawa Barat, itu berlangsung dua hari, Sabtu-Minggu
(28-29/4), didahului dengan pelatihan "training of examine" (ToE) atau
pelatihan bagi para calon penguji UKJ AJI dari seluruh Indonesia.
Ketua Umum AJI Indonesia Eko Maryadi didampingi Sekjen Suwarjono,
menegaskan bahwa pelaksanaan uji kompetensi itu merupakan tindaklanjut
kesepakatan pimpinan media massa dan organisasi pers, untuk menerapkan
standar kompetensi bagi wartawan di Indonesia yang tertuang dalam Piagam
Palembang, dan dikukuhkan oleh keputusan Dewan Pers.
Menurut dia, AJI sebagai organisasi pers wajib melaksanakan dan
menjalankan ketentuan dan kesepakatan yang ditetapkan oleh Dewan Pers
itu, apalagi AJI juga telah ditetapkan sebagai organisasi yang berhak
melaksanakan sertifikasi bagi para anggotanya maupun jurnalis umumnya.
Dewan Pers sebelumnya juga telah menetapkan Persatuan Wartawan
Indonesia (PWI) sebagai organisasi pers yang berhak melaksanakan
sertifikasi wartawan, dan Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) sebagai lembaga
pendidikan pers yang dinilai layak dan memenuhi persyaratan
melaksanakan sertifikasi wartawan itu.
Beberapa perusahaan pers, seperti LKBN ANTARA juga telah mendapatkan
penetapan dari Dewan Pers untuk melaksanakan sertifikasi wartawan,
selain sejumlah perusahaan pers lainnya.
LPDS dan PWI telah lebih dulu melaksanakan uji kompetensi wartawan (UKW), seperti halnya juga LKBN ANTARA.
Ketua Umum AJI Indonesia Eko Maryadi menegaskan bahwa AJI
berkewajiban melaksanakan sertifikasi bagi para jurnalis yang menjadi
anggotanya di seluruh Indonesia, dan akan memprioritaskan untuk anggota
AJI yang berada di daerah-daerah.
Dia mengingatkan bahwa ketentuan tentang sertifikasi
wartawan/jurnalis itu dimaksudkan bukan untuk membatasi hak para
jurnalis profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik sehari-hari,
melainkan untuk memastikan bahwa para jurnalis yang ada di Indonesia
saat ini telah memiliki kompetensi standar sebagai seorang jurnalis.
Karena itu, dia mengimbau semua pihak untuk tidak menggunakan dalih
adanya sertifikasi wartawan atau keberadaan sertifikat wartawan berupa
kartu pers dikeluarkan oleh Dewan Pers bagi para wartawan yang telah
melaksanakan uji kompetensi sebagai alat intimidasi keikutsertaan dalam
organisasi pers tertentu atau bersikap menolak para wartawan yang
kebetulan belum mengikuti sertifikasi/uji kompetensi.
"Uji kompetensi dan sertifikasi jurnalis itu bertujuan untuk
memastikan standar kerja para jurnalis profesional dan mencegah adanya
wartawan `abal-abal` atau para jurnalis yang kurang beretika dan tidak
atau kurang profesional terus beroperasi di negeri ini, bukan membatasi
hak para wartawan yang kebetulan belum bersertifikat dan belum mengikuti
uji kompetensi," kata dia lagi.
AJI, menurut Eko, menentang cara-cara kurang baik dan kampanye pihak
lain yang menggunakan alasan sertifikasi wartawan itu, untuk
menghalang-halangi para jurnalis di lapangan, termasuk para anggota AJI,
dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya.
AJI, ujar Eko, justru mempertanyakan pelaksanaan uji kompetensi dan
sertifikasi wartawan yang masih bisa meloloskan para wartawan kurang
beretika dan kurang profesional atau tidak profesional dan berperilaku
tercela sebagai wartawan, sehingga justru memiliki sertifikat (kartu
pers) sebagai wartawan profesional/berkompeten sehingga terus beroperasi
sampai sekarang. (B014/M026)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar