BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 02 Mei 2012

Ignatius Mulyono : Kenapa KPK Simpulkan Anas Terlibat Hambalang?

NILAH.COM, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan informasi anggota Komisi II DPR RI Ignatius Mulyono menjadi pintu masuk keterkaitan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam kasus Hambalang.

Namun, penjelasan KPK tersebut justru tak dimengerti oleh Ignatius sendiri. Menurut dia, aneh bila informasi yang ia sampaikan di KPK menjadi alat bukti bagi KPK. "Kalau hanya berdasar menyuruh saya tanya ke BPN, saya pikir itu bukan kategori bukti. Masak itu bukti terlibat untuk kasus yang besar seperti Hambalang? Kalau cuma bertanya tapi disalahkan ya tidak pas," kata Ignatius melalui saluran telepon di Jakarta, Selasa (1/5/2012). Berikut wawancara lengkapnya:

Apa sebenarnya posisi Anda dalam kasus Hambalang?
Saya anggota Fraksi Partai Demokrat, saya anggota Komisi II. Pasangan kerja Komisi II adalah salah satunya Badan Pertanahan Nasional (BPN). Waktu saya rapat dengan Komisi II, saya diundang ke ruang Anas yang baru menjadi ketua fraksi. Saya dipanggil awal Desember. Saya datang ke ruangannya, di situ sudah ada Nazaruddin. Di ruangan itu, hanya Anas dan Nazaruddin. Saya ditanyain, bapak di komisi II, bapak kan pasangan dengan BPN ya, tolong ditanyakan ke BPN kenapa tanah Menpora kok belum selesai-selesai, itu saja. Oke pak saya tanyakan, saya keluar ruangan.
Saya langsung telepon Pak Joyo Winoto, tapi tidak bisa berhubungan dengan beliau, tapi saya komunikasi dengan Sestama. Saya tanyakan, mengapa tanah Menpora kok belum selesai, dijawab beliau masih proses. Nantilah kalau sudah selesai, akan saya lapor ke Anda.

Lalu, bagaimana selanjutnya?
Sebulan berikutnya awal Januari 2010, saya ditelepon sama Sestama, "Mas ini sudah selesai, tapi ada staf Menpora dan DPP mau mengambil surat dari DPR." Saya bilang, terserah sampeyan. Tapi dia bilang, ke sampeyan saya, saya ambil dan langsung saya serahkan ke Pak Anas, di situ ada Nazaruddin. Itu saja. Jadi tidak bicara sertifikat, saya juga tidak membaca sertifikatnya. Surat itu untuk Menpora yang ditempatkan di map. Saya tidak ke BPN, tidak mengurus ke BPN. Saya menelpon saja. Bukan kami yang urus ke BPN. Perasaan saya, kalau sertifikat bentuknya khusus, ada gambarnya bola dunia, itu bukan sertifikat. Hanya surat keputusan.

Bagaimana dengan pernyataan KPK, Anas terindikasi terlibat dalam kasus Hambalang berkat keterangan Anda di KPK?
Tidak. Kenapa kok KPK bisa langsung menyimpulkan karena permintaan tolong Anas. Menurut saya, Menpora Andi Mallarangeng kan dari Partai Demokrat, Anas Ketua Fraksi PD, jadi ada link juga. Bisa saja Andi minta tolong, itu normal, bukan sesuatu yang luar biasa. Saya diminta tolong menanyakan ke BPN.
Kalau menurut saya, kalau tidak ada bukti-bukti lain yang memberikan penguatan terhadap posisi Anas Urbaningrum, kalau hanya berdasar menyuruh tanya saya ke BPN, saya piikir itu bukan kategori bukti. Masak itu bukti terlibat untuk kasus yang besar seperti Hambalang. Kalau cuma bertanya tapi disalahkan ya tidak pas. Jadi perlu ada bukti lain yang mengaitkan Anas.
Sebagai Ketua Fraksi, Anas bertanya kepada anak buahnya, saya pikir tidak bisa dalam posisi terlibat. Kecuali KPK punya bukti lain yang menguatkan Anas dinilai memiliki keterlibatan. Kalau hanya minta tolong tanya, apa salah? menurut saya tidak salah. Saya ini satu-satunya anggota PD terlama di Komisi II sejak 2004.

Lalu mengapa KPK menyebut informasi Anda penting terkait keterkaitan Anas dalam kasus Hambalang?
Informasi itu hanya saya disuruh, kalau yang dipakai bukti hanya sekadar menanyakan, tidak bisa dijadikan salah satu bukti. Apa orang bertanya kok disalahkan. Kecuali KPK punya bukti-bukti lain. Itu saya tidak tahu. [tjs]

Tidak ada komentar: