NILAH.COM, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menyebutkan informasi anggota Komisi II DPR RI Ignatius Mulyono menjadi
pintu masuk keterkaitan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum
dalam kasus Hambalang.
Namun, penjelasan KPK tersebut
justru tak dimengerti oleh Ignatius sendiri. Menurut dia, aneh bila
informasi yang ia sampaikan di KPK menjadi alat bukti bagi KPK. "Kalau
hanya berdasar menyuruh saya tanya ke BPN, saya pikir itu bukan kategori
bukti. Masak itu bukti terlibat untuk kasus yang besar seperti
Hambalang? Kalau cuma bertanya tapi disalahkan ya tidak pas," kata
Ignatius melalui saluran telepon di Jakarta, Selasa (1/5/2012). Berikut
wawancara lengkapnya:
Apa sebenarnya posisi Anda dalam kasus Hambalang?
Saya
anggota Fraksi Partai Demokrat, saya anggota Komisi II. Pasangan kerja
Komisi II adalah salah satunya Badan Pertanahan Nasional (BPN). Waktu
saya rapat dengan Komisi II, saya diundang ke ruang Anas yang baru
menjadi ketua fraksi. Saya dipanggil awal Desember. Saya datang ke
ruangannya, di situ sudah ada Nazaruddin. Di ruangan itu, hanya Anas dan
Nazaruddin. Saya ditanyain, bapak di komisi II, bapak kan pasangan
dengan BPN ya, tolong ditanyakan ke BPN kenapa tanah Menpora kok belum
selesai-selesai, itu saja. Oke pak saya tanyakan, saya keluar ruangan.
Saya
langsung telepon Pak Joyo Winoto, tapi tidak bisa berhubungan dengan
beliau, tapi saya komunikasi dengan Sestama. Saya tanyakan, mengapa
tanah Menpora kok belum selesai, dijawab beliau masih proses. Nantilah
kalau sudah selesai, akan saya lapor ke Anda.
Lalu, bagaimana selanjutnya?
Sebulan
berikutnya awal Januari 2010, saya ditelepon sama Sestama, "Mas ini
sudah selesai, tapi ada staf Menpora dan DPP mau mengambil surat dari
DPR." Saya bilang, terserah sampeyan. Tapi dia bilang, ke sampeyan saya,
saya ambil dan langsung saya serahkan ke Pak Anas, di situ ada
Nazaruddin. Itu saja. Jadi tidak bicara sertifikat, saya juga tidak
membaca sertifikatnya. Surat itu untuk Menpora yang ditempatkan di map.
Saya tidak ke BPN, tidak mengurus ke BPN. Saya menelpon saja. Bukan kami
yang urus ke BPN. Perasaan saya, kalau sertifikat bentuknya khusus, ada
gambarnya bola dunia, itu bukan sertifikat. Hanya surat keputusan.
Bagaimana dengan pernyataan KPK, Anas terindikasi terlibat dalam kasus Hambalang berkat keterangan Anda di KPK?
Tidak.
Kenapa kok KPK bisa langsung menyimpulkan karena permintaan tolong
Anas. Menurut saya, Menpora Andi Mallarangeng kan dari Partai Demokrat,
Anas Ketua Fraksi PD, jadi ada link juga. Bisa saja Andi minta tolong,
itu normal, bukan sesuatu yang luar biasa. Saya diminta tolong
menanyakan ke BPN.
Kalau menurut saya, kalau tidak ada bukti-bukti
lain yang memberikan penguatan terhadap posisi Anas Urbaningrum, kalau
hanya berdasar menyuruh tanya saya ke BPN, saya piikir itu bukan
kategori bukti. Masak itu bukti terlibat untuk kasus yang besar seperti
Hambalang. Kalau cuma bertanya tapi disalahkan ya tidak pas. Jadi perlu
ada bukti lain yang mengaitkan Anas.
Sebagai Ketua Fraksi, Anas
bertanya kepada anak buahnya, saya pikir tidak bisa dalam posisi
terlibat. Kecuali KPK punya bukti lain yang menguatkan Anas dinilai
memiliki keterlibatan. Kalau hanya minta tolong tanya, apa salah?
menurut saya tidak salah. Saya ini satu-satunya anggota PD terlama di
Komisi II sejak 2004.
Lalu mengapa KPK menyebut informasi Anda penting terkait keterkaitan Anas dalam kasus Hambalang?
Informasi
itu hanya saya disuruh, kalau yang dipakai bukti hanya sekadar
menanyakan, tidak bisa dijadikan salah satu bukti. Apa orang bertanya
kok disalahkan. Kecuali KPK punya bukti-bukti lain. Itu saya tidak tahu.
[tjs]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar