Andri Haryanto - detikNews
Jakarta
Migrant Care (MC), LSM yang fokus dalam advokasi dan
perjuangan buruh migrant Indonesia, mengecam keras sikap negara, baik
itu Indonesia ataupun negara penerima, yang mengkriminalisasikan kaum
buruh yang tercatat tidak berdokumen.
"Kematian buruh migrant
juga terus menujukkan adanya peningkatan setiap tahun, sepanjang tahun
2011, Migrant Care mencatat sekitar 1.075 buruh migrant Indonesia
meninggal dunia di berbagai Negara. Sementara kriminalisasi terhadap
buruh migrant tidak berdokumen semakin nyata, terutama di Malaysia,"
kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah.
Pernyataan tersebut disampaikan Anis dalam siara pers yang diterima detikcom, Selasa (1/5/2012) dini hari.
Kasus
yang masih hangat adalah penembakan secara brutal Polisi Diraja
Malaysia terhadap 3 TKI asal NTB, Herman, Abdul Qodir Jaelani dan Mad
Noor pada 24 Maret 2012. Pemerintah Malaysia sampai hari ini belum
memberikan klarifikasi resmi kepada pemerintah Indonesia mengenai
peristiwa represif tersebut.
"Sementara pemerintah Indonesia
baru menyatakan protes ketika keluarga korban mempersoalkan hal
tersebut. Yang lebih memprihatinkan adalah Kemenakertrans RI yang
melihat persoalan ini secara diskriminatif dengan menjustifikasi ketiga
korban tersebut sebagai buruh migrant tidak berdokumen," tegas Anis.
Selain
itu, ancaman hukuman mati terhadap buruh migrant terus meningkat.
Sepanjang tahun 1999-2012 tercatat 417 buruh migrant Indonesia
menghadapi ancaman hukuman mati di berbagai Negara dan 31 diantaranya
telah dijatuhi vonis tetap hukuman mati.
MC menilai saat ini
belum ada perbaikan nyata dari pemerintah bagi kesejahteraan kelompok
buruh migrant dari Indonesia. Nasib buruh di berbagai sektor, baik di
dalam atau luar negeri, semakin jauh dari kesejahteraan, meski ILO baru
saja mengadopsi konvensi no. 189 tentang kerja layak bagi PRT pada bulan
Juni 2011.
"Namun pemerintah Indonesia tetap saja masih
mendikotomi sektor PRT migrant, dimana Kemenlu telah merencanakan akan
menghentikan pengiriman PRT migrant pada tahun 2017. Padahal dalam
konferensi ILO di Geneva, presiden SBY hadir dan memberikan pidato yang
berisi pentingnya konvensi ILO tentang perlindungan PRT,"
Di
tingkat nasional, nasib RUU PRT sampai saat ini belum ada kepastian di
DPR RI. Padahal situasi PRT di dalam dan luar negeri terus menujukkan
adanya kerentanan terhadap praktek pelanggaran HAM.
"Situasi ini
kontras dengan komitmen pemerintah Indonesia yang baru saja
meratifikasi konvensi buruh migrant pada tanggal 12 April 2012 lalu,"
terang Anis.
Memperingati Hari Buruh Sedunia, May Day, Migrant
Care menyatakan sikap mendukung penuh tuntutan buruh di dalam negeri
sesuai 7 standar pokok perburuhan internasional, mengecam keras
kriminalisasi dan tindakan represif Negara terhadap buruh migrant
Indonesia tidak berdokumen, serta mendesak pemerintah Indonesia secara
nyata mengimplementasikan konvensi internasional tentang perlindungan
hak-hak seluruh buruh migrant dan anggota keluarganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar