Andri Haryanto - detikNews
Jakarta - Insiden penyerangan masyarakat terhadap
polisi sebagai aparat penegak hukum harus menjadi cerminan Korps
Bhayangkara. Berbagai kemungkinan bisa menjadi alasan masyarakat
menyerang aparat, salah satunya adalah wibawa dan kepercayaan kepada
polisi yang kian terpuruk.
Menurut sosiolog Universitas Indonesia
(UI) Musni Umar, salah satu alasan yang membuat warga nekat melakukan
aksi kekerasan terhadap aparat, yaitu adanya dendam dari masyarakat
terhadap oknum polisi yang melakukan hal-hal yang tidak disukai warga.
"Ada
semacam dendam di masyarakat, saat diperlakukan tidak sepatutnya mereka
meledak dan tidak bisa dikontrol, terlebih ada kerumunan massa," kata
Musni saat berbincang dengan detikcom, Senin (1/4/2013).
Musni
mencontohkan, kasus oknum polisi yang sering mengutip duit pelanggar
lalu-lintas, atau sikap arogan aparat ketika mengenakan seragamnya. "Ini
adalah persoalan lama yang sulit diperbaiki teman-teman polisinya
sendiri," imbuh Musni.
Faktor lain yang mendorong masyarakat
berbuat nekat meski terhadap aparat penegak hukum, adalah karena
didasari persoalan ekonomi sosial. Dia mencontohkan masyarakat yang
mengeroyok Kapolsek Dolok Pardamean, Kompol Anumerta Andar Siahaan di
Dusun Merek Raja Huta, Desa Buntu Bayu Pane, Kecamatan Dolok Pardamean,
Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut) beberapa hari lalu hingga
menghembuskan nafas terakhir.
Harga bahan pokok yang melambung
tinggi memicu kesenjangan sosial, masyarakat pun akhirnya memilih jalan
cepat dengan cara judi togel agar daya beli terhadap bahan pokok dapat
terpenuhi.
"Judi tersebut menjadi sarana mendapat uang cepat.
Inilah cara masyarakat kecil di tengah situasi sulit seperti sekarang
ini," jelasnya.
Mereka yang menyerang dan menganiaya Kapolsek,
jelas Musni, bukan berarti tidak paham mengenai hukum yang berlaku atas
tindakannya. "Mereka tidak takut, inilah keadaan sebenarnya yang ada di
masyarakat," ujarnya.
Namun demikian, Musni melihat ada potensi
yang menghadapkan aparat dengan masyarakat yang beringas. Pemerintah
yang dinilai gagal mensejahterakan rakyatnya turut menyumbang
tindakan-tindakan anarkistis dan vandalis warga.
"Tidak bisa
dipersalahkan polisi sendiri, ini suatu keadaan dimana pemerintah pun
turut berperan dalam membentuk warganya sedemikian rupa. Pemerintah
tidak bisa menjamin masyarakatnya hidup sejahtera," tegas Musni.
Meski
demikian, aparat kepolisian yang menjadi garda terdepan dalam penegakan
hukum di masyarakat mau tidak mau harus bercermin dan mau mengevaluasi
dirinya sendiri. Seiring dengan itu, masyarakat pun dituntut untuk lebih
sadar hukum terhadap segala tindak tanduknya yang dibatasi oleh hukum.
Andar
Siahaan meninggal dunia setelah dianiaya warga pada Rabu (27/3/2013)
malam. Saat kejadian, korban dan tiga anggotanya berencana menangkap
tersangka bandar judi. Namun karena provokasi, warga mengejar korban dan
anggotanya. Polri memberikan kenaikan pangkat satu tingkat secara
anumerta terhadap Andar mempertimbangkan pengabdian dan dedikasinya
dalam menjalankan tugas.
Tahun lalu, 6 Februari, dua anggota
Polda Sumut tewas dibakar massa. Kedua korban, Brigadir Ricardo Jefry
Sitorus (24) dan Brigadir Cristian Markus Siregar (24) bersama tiga
rekannya hendak menangkap K bandar togel di Pancur Batu.
Kekerasan
terhadap aparat juga terjadi pada 19 Maret 2012. Empat polisi yang
hendak menggerebek judi bola di Jalan Brigjen Katamso Medan dikeroyok
massa. Keempatnya berhasil kabur tapi mobil patroli polisi yang mereka
gunakan dibakar massa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar