Rahmad Nasution
Medan (ANTARA News) - Seorang ibu muda berjilbab memeluk bayinya yang
berada di kain gendongan sembari tangan kanannya mengipas-ngipaskan muka
balitanya itu supaya asap kenalpot puluhan sepeda motor dan mobil yang
mulai memenuhi ruang pengap dek kendaraan KM Mufidah tidak mengganggu
buah hatinya yang pulas tertidur.
Kejadian itu berlangsung Sabtu siang (3/8) sekitar pukul 12.55 WIB
tatkala kapal feri tersebut sudah bersiap "memuntahkan" kendaraan para
pemudik asal Jakarta, Bogor, Bandung dan sejumlah kota lain di Pulau
Jawa itu dari pintu rampanya menuju jembatan sambung dermaga Pelabuhan
Bekauheni, Lampung.
Dengan penuh kasih, si ibu yang mudik bersama suaminya dengan
sepeda motor bebek itu tampak tetap mengipasi muka anaknya dengan kipas
beranyaman bambu bahkan setelah dia berada di boncengan di tengah suara
bising raungan mesin motor akibat ulah sejumlah pemudik yang sepertinya
tak lagi sabar untuk segera keluar dari pintu rampa feri.
Kepulan asap kenalpot sepeda motor dan mobil pemudik pun terbang
bersama angin setelah pintu rampa dek kendaraan KM Mufidah dibuka namun
kesengsaraan banyak pemudik seperti yang dialami pasangan muda yang
bersepeda motor bersama bayi mereka menuju kampung halaman di Pulau
Sumatera itu sudah terjadi jauh sebelum mereka berhasil masuk ke feri
pada H-5 itu.
Betapa tidak, seperti yang dialami Antara bersama ratusan pemudik
berkendaraan lain pada 3 Agustus dinihari itu, kemacetan panjang sudah
menyergap sejak tiba di KM 96 menjelang pintu tol Merak pada pukul 02.30
WIB.
Setelah merayap untuk dapat keluar dari pintu tol itu, kemacetan
panjang masih menyertai perjalanan bus, truk, dan ratusan kendaraan
pemudik yang hendak menuju Pelabuhan Merak. Hingga pukul 06.05 WIB,
banyak mobil pemudik yang belum juga tiba di areal pelabuhan karena
terjebak kemacetan akibat pengerjaan perbaikan jalan.
Pengaspalan sepanjang 100 meter di ruas jalan sekitar dua kilometer
menjelang areal masuk pelabuhan itu berkontribusi pada terjadinya
kemacetan dan antrean panjang tersebut karena selepas titik perbaikan
jalan, arus kendaraan relatif lancar.
Sepanjang jalur macet itu, banyak di antara para pemudik dengan
tujuan berbagai kota di Sumatera itu berulang kali mematikan mesin. Ada
pula yang bertahan di mobil dengan tetap menghidupkan AC atau keluar
dari kendaraan untuk melihat situasi, dan ada juga yang mampir ke toilet
rumah makan pinggir jalan.
Kondisi jalan yang macet total itu dimanfaatkan dua orang anak yang
mudik bersama orang tuanya dengan mobil minibus yang di kaca
belakangnya tertempel kertas bertuliskan "pulang basamo 2013" untuk
bermain bola karet. Mereka diawasi ibunya saat bermain bola karet warna
di sisi kiri mobil mereka yang berhenti di tengah kemacetan.
Semua dinamika yang menyertai perjalanan para pemudik menuju
Pelabuhan Merak itu tidak serta merta membebaskan mereka dari penantian
karena setibanya di areal pelabuhan, ratusan kendaraan kembali berjalan
perlahan mengikuti alur antre menuju pintu loket pembayaran.
Setelah membayar tiket penyeberangan senilai Rp275 ribu untuk mobil
pribadi, para pemudik tidak langsung diizinkan masuk ke kapal-kapal
feri melainkan diarahkan petugas untuk berhenti menunggu giliran masuk
dek.
Antara yang berhasil masuk areal Pelabuhan Merak pada pukul 07.48
WIB setelah melalui perjuangan panjang di jalan yang macet tadi baru
mendapat giliran masuk ke dek kendaraan KM Mufidah sekitar pukul 11.00
WIB.
Irit duit
Mengalami kondisi mudik yang macet dan antre berjam-jam ini, Ali
Imran Nasution, pemudik dari Jakarta dengan tujuan Medan, mengatakan
kondisi seperti ini tidak akan dialami kalau ada Jembatan Selat Sunda
(JSS).
"Kalau ada jembatan, kita bisa irit waktu dan juga duit," kata
Nasution yang mudik bersama beberapa anggota keluarganya dengan mobil
jenis minibus warna hitam berplat B 1433 CVH itu.
Apa yang dialami Ali Imran Nasution dan ribuan pemudik lainnya pada
lima hari sebelum perayaan Idul Fitri 1434 Hijriah itu bukan baru
pertama kali ini terjadi. Sebaliknya kemacetan dan antrean panjang
kendaraan dari dan menuju Pelabuhan Merak-Bakauheni tersebut sudah
menjadi fenomena sejak beberapa tahun terakhir.
Kendati PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia
Ferry (Persero) selaku otoritas pelabuhan terus berupaya meningkatkan
pelayanan dengan menyiapkan berbagai fasilitas dan 28 kapal feri yang
handal, kemacetan dan antrean panjang seperti pada musim mudik 2013 ini
tidak terhindarkan.
Kondisi macet dan antrean yang lebih ekstrem bahkan pernah dialami
Vera Pujianti (34), warga Kota Bekasi yang rutin mudik dengan mobil ke
Jambi bersama suami dan anak-anaknya sejak berumah tangga pada tahun
1998, pada musim mudik Lebaran 2012.
Ketika itu, mobil yang membawa dia, suami dan anak-anaknya dari
rumah mereka di Bekasi Utara ke Pelabuhan Merak pada H-3 terperangkap
kemacetan dan antrean panjang selama 19 jam sebelum dapat masuk ke feri
yang menyeberangkan mereka ke Bakauheni, Lampung.
"Selama penantian belasan jam itu, AC mobil sering dihidupkan untuk
membuat anak-anak tetap nyaman di mobil. Tapi berapa bensin yang
menguap untuk itu?" katanya.
Kondisi yang dialami para pemudik pada H-5 Lebaran 2013 dan H-3
Lebaran 2012 itu terjadi karena, selain faktor manajemen perawatan dan
pembangunan jalan raya, tren pemudik berkendaraan dari Jawa ke Sumatera
dan sebaliknya juga cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Data rekapitulasi Angkutan Lebaran PT ASDP Indonesia Ferry tahun
2011 dan 2012 memperlihatkan tren itu dimana dari H-9 hingga H+7 Lebaran
2012, diseberangkan sebanyak 982.748 orang serta 193.166 sepeda motor
dan mobil.
Jumlah total kendaraan roda dua dan empat yang diangkut dari
Pelabuhan Merak ke Pulau Sumatera pada arus mudik dan balik Lebaran 2012
itu mengalami peningkatan masing-masing delapan dan 11 persen
dibandingkan Lebaran 2011.
Tren yang sama juga dialami Pelabuhan Bakauheni di Provinsi
Lampung, yakni jumlah sepeda motor pemudik yang diseberangkan ke Pulau
Jawa pada Lebaran 2012 meningkat 5,5 persen dan mobil 12 persen dari
Lebaran 2011.
Di luar momen arus mudik dan arus balik lebaran, kondisi ekstrem
yang pernah dialami banyak pemudik itu juga sudah berulang kali terjadi.
Bahkan, seperti yang terjadi pada bulan Juli 2012, misalnya, antrean
truk yang akan menyeberang dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni pernah
mencapai hingga 10 kilometer di tengah keterbatasan jumlah kapal feri
yang beroperasi.
Di samping faktor volume kendaraan yang meningkat dan jumlah feri
yang terbatas, gangguan cuaca di perairan yang menghubungkan kedua
pelabuhan penyeberangan utama Pulau Jawa dan Sumatera itu juga kerap
menghambat keberangkatan feri.
Jembatan JSS
Bagi para pemudik yang rutin melintasi jalur Merak-Bakauheni
seperti Ali Imran Nasution dan Vera Pujianti, pembangunan JSS atau
Jembatan Selat Sunda adalah "solusi" atas masalah akut kamacetan dan
antrean panjang kendaraan yang cenderung terus berulang.
Harapan Ali Imran dan Vera pada kehadiran jembatan yang
pembangunannya diperkirakan menelan biaya sedikitnya Rp200 triliun itu
tidaklah berlebihan karena asa yang sama juga sudah disuarakan banyak
pihak dari dalam dan luar Banten dan Lampung sebagai dua provinsi yang
langsung terkena dampak JSS.
Profesor Sedyatmo dari ITB bahkan sudah mengusulkan keterhubungan
Pulau Jawa dan Sumatera itu pada tahun 1960, tulis Joko Surono dalam
laporan kajian akademisnya berjudul "Tinjauan politik Peraturan Presiden
Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan
Infrastruktur Selat Sunda".
Dalam perkembangannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri
pun telah mengisyaratkan keberlanjutan rencana pembangunan jembatan
sepanjang 29 kilometer itu.
Kehadiran JSS seperti yang didambakan banyak pemudik itu tidak
hanya diyakini menyelesaikan masalah transportasi pada saat maupun di
luar musim mudik tahunan saja tetapi juga membawa harapan baru secara
ekonomis.
Bahkan dilihat dari konstelasi ekonomi dunia, kajian akademis
Poernomosidhi Poerwo (tenaga ahli fungsional Ditjen Penataan Ruang
Kementerian Pekerjaan Umum) menunjukkan bahwa kehadiran akses JSS
membuat pengaruh Pulau Jawa dan Sumatera terhadap geoekonomi dunia "akan
sangat signifikan".
Signifikansi kehadiran jembatan tersebut bagi penguatan posisi Jawa
dan Sumatera dalam kontelasi ekonomi dunia itu terutama akan dirasakan
sektor industri jasa pariwisata serta transportasi lintas kawasan
Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan bahkan Asia-Australasia,
katanya.
Dipandang dari kepentingan angkutan manusia, barang dan jasa antara
Jawa dan Sumatera, kehadiran JSS itu pun akan memberikan para
pengendara pilihan yang tidak bergantung pada "pengaruh cuaca dan
waktu", katanya.
Pembangunan JSS itu, menurut Poernomosidhi Poerwo, juga akan
mendorong distribusi pengembangan kegiatan industri ke sejumlah provinsi
di Sumatera dari yang selama ini terkonsentrasi di Jawa.
"Kita bermimpi bisa menyeberangi Merak-Bakauheni tak lagi dengan
feri tetapi jembatan seperti yang sudah dirasakan masyarakat Jawa Timur
di Jembatan Suramadu," kata Nasution.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar