Pewarta: Bernadus Tokan
Kupang (ANTARA News) - Pemerintah harus mengambil langkah tegas menghentikan
penggunaan bendera dan lambang Gerakan Aceh Merdeka (GAM), karena bertentangan
dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kata seorang pengamat hukum.
"Bagi
saya tidak perlu ada perpanjangan waktu mengenai penggunaan bendera dan
lambang GAM, tetapi langsung dihentikan karena bertentangan dengan
prinsip NKRI," kata pengamat Hukum dan Adnimistrasi Negara Universitas
Nusa Cendana, Johanes Tubahelan di Kupang, Senin
Perpanjangan masa tenang pemberlakuan bendera dan lambang Aceh yang
semula akan berakhir 14 Agustus lalu menjadi 15 Oktober 2013,
sebagaimana hasil kesepakatan pertemuan Menteri Dalam Negeri dan
Gubernur NAD beserta DPR Aceh di Jakarta pada 31 Juli 2013.
Salah satu poit penting yang disepakati dalam pertemuan itu adalah
memperpanjang lagi masa pembahasan qanum selama dua bulan terhitung
sejak 15 Agustus, tepat pada peringatan perjanjian perdamaian Helsinki
yang dilakukan delapan tahun lalu.
Menurut dia, pemerintah tidak boleh lemah dalam menghadapi
tuntutan-tuntutan seperti ini karena justeru memberi ruang bagi
terbentuknya negara dalam negara.
"Kasus Timor Timur harus menjadi pelajaran bagi seluruh rakyat
Indonesia. Pemerintah harus lebih tegas dalam menyikapi kasus-kasus yang
mengarah pada perpecahan wilayah NKRI," kata mantan Ketua Ombudsman
Wilayah NTB dan NTT itu.
Mengenai isu Qanun NO1/2013, dia mengatakan isi Qanun tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
"Tidak perlu ada pikiran untuk memperbaiki isi Qanun N01/2013
terutama agar bendera dan lambang Aceh tidak mirip dengan lambang GAM,
tetapi prinsipnya adalah Qanun tidak boleh bertentengan dengan peraturan
yang lebih tinggi," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar