TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Komisi
Pemberantasan Korupsi harus mengungkap korupsi berjamaah di Sektor Usaha
Hulu Minyak dan Gas. Sebab korupsi berjamaah sudah menjadi modus yang
dipraktikkan oknum penguasa dalam pengelolaan potensi minyak dan gas.
Sebagai Kepala SKK Migas, kewajiban Rudi Rubiandini tentu saja
"menyetor ke atas", bukan ke bawah. Maka, akan menjadi sangat aneh jika
penyidikan hanya terfokus pada kasus suap Rudi.Nilai tangkapan KPK dalam kasus Rudi terlalu kecil dibandingkan omzet kejahatan dalam pengelolaan potensi migas yang mencapai ratusan triliun rupiah setiap tahunnya. Belum lagi praktik kecurangan yang dilakukan pada realisasi cost recovery dalam kontrak karya pengelolaan sumber migas.
Dalam kasus Rudi dan petinggi KOPL berinisial S itu, nilai korupsi sesungguhnya bukan tercermin dari jumlah uang dan nilai barang yang didapatkan KPK dalam operasi tangkap tangan itu. Nilai korupsi yang sebenarnya tercermin pada komitmen pihak swasta kepada oknum penguasa. Nilai komitmen itu pastilah tidak kecil.
Inilah yang seharusnya dikejar KPK. Sedangkan apa yang diterima Rudi kemungkinan hanya bantuan THR.
Karena itu, untuk membongkar praktik kartel, korupsiN dan beranekaragam penyimpangan dalam pengelolaan potensi migas, kasus Rudi dan S layak menjadi pintu masuk. Saya berharap KPK mampu mendorong Rudi dan S buka-bukaan. Kalau perlu, KPK menawarkan Rudi dan S status justice collaborator.
Jangan lupa bahwa memberantas korupsi di sektor Migas adalah perang melawan kekuatan yang sangat besar, yakni mafia migas kelas dunia dan kekuasaan. Karena segala penyimpangan itu bersumber pada bertemunya kepentingan bisnis raksasa dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pengendali negara.
Dibutuhkan konsistensi dan komitmen yang kuat untuk melawan kejahatan yang satu ini. Konsistensi KPK kini sedang diuji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar