Jpnn
JAKARTA - Kritikan
Profesor Yusril Ihza Mahendra terhadap pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)
terkait legalitas pembiayaan 3 kartu sakti (Indonesia Sehat, Indonesia
Pintar dan Keluarga Sejahtera) yang telah diluncurkan Presiden RI
Jokowi, harus dipertimbangkan serius.
"Pembiayaan 3 kartu itu akan menggunakan
dana CSR BUMN. Saran saya penuhi azas transparansi, akuntabilitas dan
legalitas serta pastikan berapa total dana yang dibutuhkan untuk ketiga
kartu itu tiap tahun dan berapa pula total dana CSR BUMN yang akan
terkumpul tiap tahun," kata La Ode Ida, di Jakarta, Jumat (7/11).
Mantan Wakil Ketua DPD RI mengatakan,
jajaran pemerintahan Jokowi-JK juga harus memperhatikan aspek fisolosi
dan tujuan CSR, yang pada hakekatnya untuk lebih memberuntungkan
masyarakat di sekitar lokasi atau kawasan operasi suatu perusahaan.
"Sebelumnya, program itu bernama dana CD
(community development fund), termasuk di dalamnya terkait dangan
lingkungan," ungkap dia.
Jadi lanjutnya, jika perusahaan
menggarap sumberdaya alam (SDA) di Papua, Kalimantan, atau Sulawesi,
misalnya, maka fokus penggunaan dana CSR-nya seharusnya untuk
kepentingan masyarakat dan atau pembangunan di wilayah lokasi operasi
perusaan itu. Bukan untuk di daerah lain.
"Jika dialihkan untuk memfasilitasi
masyarakat di luar wilayah lokasi operasi perusahaan itu, bukan mustahil
menimbulkan masalah tertentu. Apalagi masyarakat sekarang sudah kian
kritis, berani melakukan perlawanan jika haknya tidak dipenuhi oleh
pihak perusahaan," tegas dia.
La Ode Ida mengingatkan, dana CSR
merupakan bagian dari keuntungan dan kewajiban perusahaan, di mana jika
itu BUMN maka akuntabilitasnya harus diukur darti tiga pihak yakni pihak
pengawasan administrasi keuangan yakni BPK, pengawasan politik oleh DPR
dan DPD, dan pengawasan oleh rakyat, khususnya dari elemen masyarakat
di mana perusahaan itu beroperasi.
"Maka seharusnya memang musti hati-hati
dalam menggunakan dana CSR. Atau, untuk pembiayaan ketiga kartu yang
dilounching atau sebagai janji politik kerakyatan oleh Presiden Jokowi,
harusnya berkoordinasi terlebih dahulu dengan parlemen sehingga
pembiayannya dari APBN, di mana pihak DPR tidak boleh melarang,"
sarannya.(fas/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar