Oleh :
Ni Kumara Santi Dewi
VIVA.co.id - Perdana Menteri Australia, Tony Abbott,
pada Rabu malam kemarin menghubungi Presiden Joko Widodo (Jokowi)
melalui telepon untuk kembali menjelaskan pernyataannya yang semula
mengaitkan bantuan tsunami dengan pembatalan eksekusi mati bagi gembong
Bali Nine. Kepada mantan Gubernur DKI Jakarta itu, Abbott menyadari
kalimatnya pada pekan lalu, justru tidak membantu untuk meringankan
hukuman bagi Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Harian Australia, Sydney Morning Herald (SMH),
Kamis, 26 Februari 2015 melansir pemimpin Partai Liberal itu menyebut
Jokowi sebagai teman. Dari hasil pembicaraan dengan Jokowi, pemimpin
Partai Liberal tersebut menilai ada sinyalemen positif yang terlihat.
Namun,
dia enggan merinci isi pembicaraannya dengan Jokowi. Abbott hanya
mengatakan Jokowi memahami posisi Australia saat ini terkait hukuman
mati.
"Presiden benar-benar memahami posisi kami dan saya pikir
dia juga secara berhati-hati memahami posisi Indnesia. Saya pikir malah
tidak akan membantu bagi kedua pemuda Australia ini, jika saya
mengungkap isi pembicaraan," kata Abbott.
Dia pun enggan memberi
harapan palsu kepada publik Australia terkait proses lobi-lobi yang
mereka lakukan ke Pemerintah Indonesia.
"Saya hanya ingin
memastikan selama secara kemanusiaan memungkinkan, saya berbicara untuk
warga dan nilai-nilai yang dipegang oleh Australia. Tetapi, saya juga
harus menghormati dan membela persahabatan Australia," kata dia.
Beberapa
hari sebelumnya, Menteri Luar Negeri Julie Bishop telah menelepon Wakil
Presiden Jusuf Kalla untuk menyampaikan klarifikasi serupa. Kepada
media Australia, Bishop mengakui kalimat Abbott justru tidak membantu
memperbaiki situasi.
Publik Indonesia kian geram dan ramai-ramai
menggelar pengumpulan koin bagi Australia untuk mengembalikan bantuan
senilai AUD$1 miliar.
Jaksa Agung, H.M. Prasetyo pada Rabu
kemarin mengatakan rencana eksekusi akan tetap dilaksanakan dan tidak
dibatalkan, walaupun Indonesia terus ditekan secara diplomatik. Namun,
Prasetyo enggan merinci kapan tanggal eksekusi mati tahap kedua
dilakukan di Pulau Nusakambangan.
Sementara, Jokowi telah
memperingatkan kepada dunia, agar tidak mencampuri urusan kedaulatan
Indonesia, khususnya terkait pelaksanaan hukuman mati.
"Saya harus menegaskan hal tersebut," kata dia.
Di
tempat berbeda, keluarga Chan dan Sukumaran menerima tawaran wawancara
dari media di Indonesia. Kepada publik Indonesia, mereka meminta maaf
karena telah menyebabkan malu bagi pemerintah dan rakyat RI.
Keluarga terpidana mati itu kembali menyatakan Chan dan Sukumaran telah berubah menjadi pribadi yang lebih baik.
"Kami
merasa malu karena hal ini terjadi. Kami, sebagai sebuah keluarga, tahu
hal ini telah memicu rasa malu yang besar bagi publik Indonesia dan
kami meminta maaf," ujar perwakilan keluarga Sukumaran.
Mereka
tetap meminta agar Pemerintah RI membatalkan eksekusi mati dengan
melihat kontribusi kedua napi itu selama satu dekade di Lapas Kerobokan,
Denpasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar