Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Australia meminta Indonesia membatalkan
eksekusi 2 gembong narkoba warga negaranya, Andrew Chan dan Myuran
Sukumaran. Keduanya dihukum mati oleh pengadilan di Indonesia sejak
tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali (PK).
Mereka
ditangkap pada 17 April 2005 ditangkap di Bandara I Gusti Ngurah Rai
dengan barang bukti 8,2 kg heroin. PN Denpasar menjatuhkan vonis mati
kepada Andrew dan Myuran pada 13 Februari 2006. Hukuman mati ini
dikuatkan di tingkat banding dan kasasi.
Tidak terima dihukum
mati, keduanya lalu mengajukan PK dalam berkas terpisah dan sama-sama
ditolak MA. Dalam putusan PK Andrew, MA menyebut mereka layak dihukum
mati karena merupakan gembong narkoba kelas internasional.
"Bahwa
tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa adalah kejahatan yang serius
yang merupakan kejahatan yang terorganisir dan bersifat internasional
sehingga terhadap pelakunya dapat dijatuhi hukuman mati," putus MA
sebagaimana dikutip detikcom, Senin (23/2/2015).
Duduk sebagai
ketua majelis Imron Anwari dengan anggota Achmad Yamanie dan Suwardi.
Dalam putusan ini, MA menegaskan hukuman mati tidak melanggar konvenan
internasional satu pun. Dalam pasal 6 ayat 2 International Convenant on
Civil and Political Rights (ICCPR) menyatakan di negara-negara yang
belum menghapuskan hukuman mati, putusan hukuman mati hanya dapat
dijatuhkan terhadap kejahatan-kejahatan yang paling serius sesuai dengan
hukum yang berlaku pada saat dilakukannya kejahatan tersebut.
"Bahwa
hingga saat ini penerapan pidana mati dalam hukum positif Indonesia
masih tetap dipertahankan," ujarnya di putusan bernomor 37
PK/Pid.Sus/2011 yang diketok pada 10 Mei 2011 lalu.
Dijelaskan
juga, di mana dalam hubungannya perkara a quo, bahwa pasal 82 ayat 1
huruf a UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menyebutkan:
Barang
siapa tanpa hak dan melawan hukum mengimpor, mengekspor, menawarkan
untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli atau menukar narkotika golongan I,
dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara paling lama 20 tahun dan
denda paling banyak Rp 1 miliar.
Setelah satu dasawarsa
berlalu, pemerintah kini siap-siap mengeksekusi putusan MA itu.
Permohonan pengampunan keduanya dengan meminta grasi ke Presiden Joko
Widodo juga ditolak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar