Idham Khalid - detikNews
Jakarta - Di zaman Kepala Kepolisian RI dijabat
Jenderal Sutanto, Korps Bhayangkara cukup serius dalam memberantas
tindak pidana korupsi. Satu perwira tinggi bintang tiga Polri
dijebloskan ke dalam bui karena terlibat korupsi.
Bersama
Kejaksaan Agung, Kepolisian RI juga membentuk Tim Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi atau Timtas Tipikor. Di tim ini, penyelidik dan jaksa
penuntut umum bekerjasama dalam satu koordinasi ketika menangani suatu
kasus.
Tekad memberantas tindak pidana korupsi itu kini ingin
dibangkitkan lagi oleh Komisaris Jenderal Badrodin Haiti yang diajukan
Presiden Joko Widodo sebagai calon Kapolri. Badrodin saat ini masih
menjabat sebagai Wakapolri.
"Saya sependapat kalau pemberantasan
korupsi diperkuat. Direktorat Tipikor diperkuat, apa bentuknya seperti
sekarang direktorat, apa nanti bentuknya satgas. Kita lihat
perkembangannya. Tetapi prinsip, dia harus diperkuat untuk memberantas
korupsi," kata Badrodin kepada tim detikcom di kantornya, Jl Trunojoyo,
Jaksel, Jumat (20/2/2015) malam.
Peraih bintang Adhimakayasa
Akademi Kepolisian tahun 1982 itu mengakui, dalam hal jumlah uang negara
yang berhasil diselamatkan, Polri kalah dari Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Namun dalam hal jumlah kasus yang ditangani tetap lebih
banyak Polri.
Menurut Badrodin ada perbedaan kewenangan antara
Polri dan KPK dalam mengusut kasus korupsi. Salah satunya dalam hal
kewenangan menyadap. "KPK bisa menyadap siapa saja tanpa ada kasus
korupsi. Kita kan harus ada kasus korupsi dulu baru bisa dilakukan
penyadapan," kata dia.
Perbedaan lainnya adalah; di KPK
penyelidik, penyidik dan jaksa penuntut bekerja dalam 'satu ruangan'
melekat. Sementara di Polri hanya ada penyelidik dan penyidik, dan jaksa
penuntut umum berada di Kejaksaan Agung.
"Kalau kita JPU (jaksa
penuntut umum) terpisah, sehingga berkas bolak-balik. Kalau di sana
(KPK) nggak ada berkas bolak-balik. Itu juga menjadi satu problem," kata
Badrodin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar