Sawahlunto (ANTARA News) - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera
Barat, Prof DR H Syamsul Bahri Khatib, mengatakan rangkaian sejarah
perjuangan bangsa Indonesia bisa dijadikan kunci menjaga rasa persatuan
dan kesatuan bangsa.
"Kemerdekaan bangsa Indonesia lahir dari proses perjuangan yang
cukup panjang, dengan melibatkan seluruh rakyat dari berbagai agama,
suku, ras, dan golongan adat," katanya saat memberikan materi pada
kegiatan Workshop Penguatan Jurnalisme Damai di Sawahlunto, Senin.
Menurutnya, fakta sejarah perjuangan itu haruslah menjadi teladan
yang baik guna menjaga rasa se-bangsa dan se-tanah air menjadi modal
tidak retaknya toleransi dalam beragama.
Ia mengatakan, bersatunya beragam suku dan agama dalam konsep
Bhineka Tunggal Ika, terbukti ampuh dan mampu menjadikan bangsa
Indonesia disegani oleh bangsa asing.
"Namun setelah munculnya banyak peristiwa konflik bermuatan Suku,
Adat, Ras dan Agama (SARA), negara kita tidak dipuji lagi dan kondisi
masyarakat yang terpecah belah tersebut dijadikan celah untuk melemahkan
bangsa Indonesia dalam pergaulan dunia," katanya.
Dalam ajaran Islam, jelasnya, kitab suci Al Quran berkali-kali
menyebutkan agar umat Islam selalu menjaga kedamaian dan menumbuhkan
sikap toleransi terhadap agama lain.
Bahkan dalam beberapa ayat dinyatakan dengan tegas tentang larangan
menghina agama lain serta diwajibkan untuk tetap menjaga kerukunan
antar umat seagama, umat beragama dan umat beragama dengan pemimpin
negaranya.
"Jadi apabila ada kelompok mengaku Islam yang membenarkan melakukan
tindakan kekerasan dan pemaksaan agama, hampir dipastikan bahwa itu
bukanlah ajaran agama Islam melainkan pendapat pribadi yang kebenarannya
harus dipertanyakan," tegas dia.
Sementara itu, Pembimbing Masyarakat (Pembimas) Kristen Kantor
Kementerian Agama Wilayah Sumatera Barat, Sahat Sihombing, mengatakan
masyarakat Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius, sejak
berabad-abad lamanya.
"Hal itu tercermin dalam dasar negara Pancasila yang merupakan
ideologi bangsa ini yang disarikan dari kehidupan sosial kemasyarakatan
rakyat Indonesia, khususnya pada sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha
Esa," kata dia.
Menurutnya, hal itu juga menjadi keharusan bagi umat Kristen untuk
selalu ditegakkan dan mutlak harus dilakukan dalam menjaga toleransi
beragama.
"Umat kami juga secara tegas menolak segala bentuk kekerasan dan
pemaksaan terhadap agama, apalagi sudah menjurus pada konflik bermuatan
SARA yang pada intinya belum tentu dipicu oleh masalah sentimen
keagamaan," kata dia.
Senada, Pembimas Umat Katholik Kantor Kementerian Agama Wilayah
Sumbar, Henrikus Jomi, menegaskan konflik yang terjadi antar umat
beragama bukanlah karena adanya ajaran yang membenarkan perpecahan dan
mengabaikan rasa toleransi umat beragama.
"Selalu ada informasi yang keliru dalam menjelaskan sebuah
peristiwa konflik yang melibatkan umat beragama, sejauh ini pemicunya
hanyalah berdasarkan ketidakpuasan umat terhadap kondisi yang ada di
luar masalah keagamaan, seperti isu politik, ekonomi, serta kesenjangan
sosial," jelas dia.
Menurutnya, komunikasi dan informasi yang keliru itu menjadi
tanggung jawab berat bagi jurnalis untuk meluruskannya sesuai fakta dan
data, serta memilah informasi yang akan disampaikan guna mencegah
konflik semakin meluas.
Ketiganya sepakat untuk melakukan komunikasi-komunikasi yang
berkualitas terkait permasalahan yang terjadi dan selalu mengajak
seluruh umat beragama untuk menjaga rasa toleransi beragama sebagai jati
diri bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar