TEMPO.CO, Jakarta
- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan sejumlah
dugaan pelanggaran HAM pada peristiwa kerusuhan di Tolikara, akhir Juli
2015 lalu.
"Sidang Paripurna Komnas HAM, 5 Agustus 2015,
menyatakan telah terjadi pelanggaran HAM dalam peristiwa kemanusiaan
Tolikara 17 Juli 2015," kata Ketua Tim Penyelidikan Peristiwa Tolikara
Papua, Dr Maneger Nasution dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM,
Jakarta, Senin 10 Agustus 2015.
Maneger menyatakan Komnas HAM
menemukan empat dugaan pelanggaran HAM di Tolikara setelah melakukan
penyelidikan di lokasi pada tanggal 22-25 Juli 2015. Penyelidikan juga
dilakukan dengan meminta keterangan dari sejumlah pihak, antara lain:
Ketua DPRP Papua, Penasihat Majelis Muslim Papua (MMP), MUI Papua, PW
Muhammadiyah Papua, PW NU Papua, Presiden GIDI, Bupati Tolikara,
Pimpinan DPRD Tolikara, Kapolres Tolikara, Badan Pekerja Wilayah GIDI
dan sejumlah warga Tolikara.
Maneger lebih lanjut mengatakan,
pelanggaran pertama yang ditemukan adalah Komnas HAM adalah adanya
dugaan pelanggaran hak atas kebebasan beragama. "Bupati Tolikara Usman
Wanimbo mengakui sudah menandatangani perda bersama dua fraksi DPRD
Tolikara pada tahun 2013.”
Menurut Maneger, Perda tersebut
mengatur tantang pelarangan, pembatasan dan pengamalan agama tertentu di
Tolikara. Perda tersebut itu dalam perspektif HAM dinilai
diskriminatif. Namun, saat itu Usman tidak memegang surat perda tersebut
dan hingga kini Komnas HAM belum menerima salinannya. Maneger
mengatakan, Usman berjanji akan segera menyerahkannya ke Komnas HAM.
Pelanggaran
kedua adalah Komnas HAM menemukan dugaan adanya pelanggaran hak untuk
hidup. Peristiwa Tolikara yang terjadi pada 17 Juli 2015 itu
mengakibatkan tewasnya seorang warga yang bernama Enis Wanimbo dan 11
orang lainnya mengalami luka tembak. "Kami temukan adanya 12 warga
Tolikara yang tertembak, satu di antaranya meninggal. Tim Komnas HAM ke
enam rumah sakit," kata Maneger.
Ketiga, pelanggaran terhadap hak
atas rasa aman warga Tolikara. Maneger mengatakan, peristiwa tersebut
meninggalkan rasa takut yang mendalam bagi warga sekitar khususnya warga
Muslim dan warga pendatang di Tolikara. "Ada sekitar 400 pengungsi, ada
ibu-ibu lebih dari 100 yang mengalami rasa takut luar biasa. Ada juga
anak-anak. Ini satu fakta," kata dia.
Terakhir, kata Maneger,
adanya dugaan pelanggaran terhadap hak atas kepemilikan. Terjadi
pembakaran sejumlah ruko pada peristiwa tersebut yang melumpuhkan sentra
ekonomi di Tolikara. Selain itu sejumlah rumah juga terbakar yang
menyebabkan warga kehilangan tempat tinggal. "Ada pembakaran yang
menyebabkan terbakarnya puluhan kios, ada rumah penduduk dan juga rumah
ibadah. Itu adalah pelanggaran terhadap hak kepemilikan," ujar Maneger.
RADITYA PRADIPTA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar