BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 12 Agustus 2015

Soal Remisi Istimewa, Jaksa Agung: Tak Apa Selama Diatur Ketat

Dhani Irawan - detikNews
Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Laoly menyebut tetap memberikan remisi istimewa dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan ke-70 ke seluruh napi. Langkah Yasonna itu dianggap tak sesuai dengan peraturan masa kini.

Menanggapi hal itu, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan bahwa remisi adalah hak dari napi. Namun, Prasetyo ingin aturan mengenai remisi haruslah dibuat ketat dan bersyarat.

"Remisi itu kan hak dari para napi. Tapi tetap setelah menemui persyaratan yang ketat," kata Prasetyo saat berbincang, Rabu (12/8/2015).

Prasetyo mengatakan selama ada landasan hukum yang jelas maka remisi sah-sah saja diberikan pada para napi. Padahal sejumlah pihak menganggap langkah Menkum Yasonna menggunakan Keppres 120/1955 dianggap tidak sesuai lagi dengan peraturan masa kini.

"Asalkan ada aturan yang masih berlaku kan tidak masalah. Tahu sendiri kalau remisi untuk koruptor ya menjadi justice collaborator, untuk napi terorisme mengikuti program deradikalisasi," kata Prasetyo.

Langkah Menkum Yasonna memang dianggap kontroversial. Lantaran, Keppres 120/1955 dianggap bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) masa kini.

"Dasar Keppres tahun 1955 itu sudah sangat tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang ada sekarang. Seharusnya Keppres itu sudah tidak bisa dijadikan lagi sebagai rujukan," ujar pengajar di Fakultas Hukum UGM, Oce Madril dalam perbincangan, Senin (10/8/2015) lalu.

Perihal pemberian remisi kepada narapidana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1995. Dalam UU itu disebutkan pengaturan lebih lanjut mengenai syarat remisi diatur dalam peraturan pemerintah (PP).

Pemerintah kemudian menerbitkan beberapa peraturan pemerintah dalam kurun waktu yang berbeda terkait pengaturan remisi ini. PP terakhir yang digunakan adalah PP 99/2012 yang diteken Presiden RI Keenam Susilo Bambang Yudhoyono.

Terdapat sejumlah poin yang bertentangan dalam Keppres 120/1955 yang digunakan sebagai rujukan pemberian remisi istimewa dengan PP 99/2012. Keppres menyebutkan seluruh narapidana mendapatkan remisi kecuali napi dengan hukuman mati, seumur hidup, dan yang melarikan diri.

"Memberikan pengurangan hukuman istimewa sedjumlah satu perduabelas dari masa hukumannja dengan setinggi-tingginja tiga bulan, kepada semua orang-orang hukuman jang didjatuhi hukuman dengan putusan hakim jang tidak dapat dirubah lagi," demikian bunyi Keppres tersebut.

Sedangan PP 2012 mensyaratkan napi tindak pidana khusus yakni narkoba kelas berat, terorisme dan narkotika, mendapatkan remisi jika mampu memenuhi sejumlah syarat. Syarat-syarat yang diatur dalam PP itu antara lain menjadi justice collaborator dan mengikuti program deradikalisasi bagi napi terorisme.

"Serta  menyatakan ikrar: 1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana
Warga Negara Indonesia, atau 2) tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang  dipidana  karena melakukan tindak pidana terorisme," demikian penggalan PP tersebut.

Mengenai adanya pertentangan-pertentangan antara Keppres 120/1955 dengan PP 99 Tahun 2012 itu, Kepala Humas Ditjen PAS Akbar Hadi mengatakan PP 94/2012 itu mengatur mengenai pemberian remisi khusus dan umum saja. Sedangkan remisi dasawarsa kemerdekaan ini merupakan jenis lain: remisi istimewa.

"Jadi tidak bertabrakan. Remisi istimewa ini beda dengan yang diatur di PP tersebut," ujar Akbar.
(dhn/elz) 

Tidak ada komentar: