Bogor (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat dinilai ikut bertanggung jawab atas pemborosan PT. Pembangkit Listrik Negara (Persero) sebesar Rp37 trilyun akibat penggunaan bahan bakar minyak sebagai tenaga pembangkit listrik pada 2009 dan 2010.

"DPR juga harus ikut bertanggung jawab terhadap pemborosan tersebut karena institusi itulah yang menyetujui subsidi listrik 2009 dan 2010, tentunya dengan persetujuan itu parlemen mengetahui alokasinya akan digunakan untuk apa," kata pengamat listrik dari Institutefor Essential Services Reform, Fabby Tumiwa, di Bogor, Selasa malam.

Sebelumnya, DPR dengan menggunakan audit Badan Pengawas Keuangan tahun 2011 menuduh PLN telah merugikan negara sebesar Rp37 trilyun karena kinerja yang tidak efisien. Negara bisa menghemat uang tersebut jika delapan pembangkit listrik yang tersebar di Sumatera dan Jawa menggunakan gas, dan bukan minyak.

PLN sendiri mengatakan bahwa pasokan gas tahun 2009 dan 2010, sementara infrastruktur pipa untuk mengalirkan gas dari lapangan baru belum terbangun. Dengan kondisi tersebut, perusahaan milik negara itu kemudian memutuskan untuk menggunakan bahan bakar minyak yang lebih mahal sebagai pengganti.

Fabby sendiri berpendapat bahwa DPR juga harus turut bertanggung jawab karena uang Rp37 trilyun yang digunakan PLN adalah bagian dari subsidi listrik yang disetujui anggota parlemen yang sama.

"Dengan menyetujui subsidi listrik, DPR seharusnya tahu uang itu akan dialokasikan PLN untuk membeli bahan bakar minyak yang mahal sebagai pembangkit," kata Fabby.

Fabby mengatakan, adalah hal yang mengherankan bahwa anggota parlemen yang sama mempersoalkan pemborosan uang negara yang mereka ketahui dan setujui sendiri pada 2009 dan 2011 lalu.

Di sisi lain, Direktur Utama PLN, Nur Pamuji, sejak selesainya audit BPK pada September 2011 lalu, perusahaan yang dia pimpin belum pernah dipanggil oleh DPR sampai sekitar satu minggu yang lalu.

Meskipun telah dipanggil dua kali, Pamuji mengatakan pembahasan mengenai inefisiensi itu belum terlaksana karena Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan, yang juga diundang tidak hadir.

"Rupanya DPR lebih mengharapkan kedatangan menteri dibandingkan dengan Direktur Utama PLN," kata Pamuji. (G005)