Jpnn
JAKARTA - Tuntutan
pesangon yang dilakukan pensiunan BRI kini menemui titik terang.
Manajemen BRI dan pensiunan sudah menandatangani nota kesepakatan
bersama. Untuk merealisasikan kesepakatan ini, dibutuhkan komitmen yang
kuat. Kemenakertrans yang merupakan perwakilan dari pemerintah harus pro
aktif mengawal pelaksanaannya.
Pernyataan ini disampaikan pengamat
hukum perburuhan Universitas Airlangga Surabaya, Hadi Subhan ketika
menanggapi kesepatakan pensiunan dengan manajemen BRI yang dimediasi
Kemenakertrans. Kata dia, mediasi bipartit yang menciptakan jalan ke
luar yang bersifat mengikat kedua pihak.
“Kesepakatan yang dibuat setelah melalui
mediasi itu merupakan langkah progresif. Ini satu kemajuan penting
dalam penyelesaian sengketa ini. Tinggal bagaimana implementasi dari
hasil kesepakatan itu harus diawasi oleh Kemenakertrans," ujar Hadi
Subhan kepada wartawan, Kamis (26/9).
Subhan menjelaskan, kesepakatan ini langkah yang tepat ketimbang harus menempuh jalur hukum.
"Kalau penyelesaiannya ke jalur hukum, kedua belah pihak sama-sama rugi, karena harus ke pengadilan yang menangani perselisihan hubungan industrial. Maka akan rugi waktu, rugi biaya. mereka rugi semua. Itu bisa lama dan nggak akan kunjung ada kepastian,” katanya.
"Kalau penyelesaiannya ke jalur hukum, kedua belah pihak sama-sama rugi, karena harus ke pengadilan yang menangani perselisihan hubungan industrial. Maka akan rugi waktu, rugi biaya. mereka rugi semua. Itu bisa lama dan nggak akan kunjung ada kepastian,” katanya.
Kesepakatan itu berisi empat point yang
intinya menyatakan bahwa pihak Manajemen Bank BRI bersedia membayarkan
pesangon kepada para pensiunan itu sesuai dengan ketentuan UU Tenaga
Kerja No 13 tahun 2003. Pada poin lainnya disebutkan juga bahwa dalam
pelaksanaannya melibatkan pihak Kemenakertrans untuk memberikan petunjuk
pelaksaan, sehingga implementasi dari kesepakatan itu tetap dalam
koridor hukum yang berlaku.
Walaupun terdiri dari beberapa butir,
lanjut Hadi, nota kesepakatan yang dibuat itu merupakan kesatuan yang
integral. Pelaksanaannya tidak bisa dilakukan secara parsial. Hal inilah
yang patut dipahami oleh pihak pekerja yang mengajukan tuntutan itu.
“Implementasinya harus secara integral,
karena kesepakatan kedua belah pihak kan kesepakatan satu paket, tidak
parsial. Memang saya melihat titik yang paling krusial dalam kasus itu
adalah sengketa soal perhitungan yang berbeda-beda antara pensiunan dan
manajemen BRI. Tapi kalau sudah ada hasil berupa 4 poin kesepakatan,
maka harus dilaksanakan semuanya. Karena itu, kedua pihak harus
sama-sama menghormati keseluruhan isi kesepakatan yang mereka buat,”
tegasnya.
Lebih lanjut Hadi menyatakan,
Kemenakertrans harus aktif terlibat bilamana pihak manajemen perusahaan
sudah meminta dikeluarkannya petunjuk pelaksanaan sebagaimana yang telah
disebutkan dalam nota kesepakatan.
“Kemenakertrans pusat bukan hanya perlu
mengawal, tapi wajib mengawal pelaksanaan isi 4 kesepakatan tersebut.
Karena BRI kan lintas daerah di Indonesia. Subyek hukum BRI itu ada di
pusat. Maka Kemenakertrans di pusatlah yang harus mengawal secara
konsekuen pelaksanaan MoU itu,” pungkasnya.
Sementara itu, Staf Khusus
Mennakertrans, Dita Indah Sari menyambut baik kesepakatan yang telah
dicapai oleh oleh kedua belah pihak. Dengan demikian secara bipartit
sebetulnya masalah yang dikeluhkan pensiunan itu sudah mendapat jalan
keluar.
“Kami selaku pemerintah memang sudah
berkewajiban untuk memediasi. Tentu setelah melalui tahapan-tahapan
permintaan di tingkat Disnaker. Jika kedua belah pihak sudah buntu dalam
penyelesaiannya, kami wajib menengahi dengan koridor yang digariskan
peraturan perundang-undangan," ucapnya. (awa/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar