BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 15 Agustus 2014

Debt Collector Teror Nasabah, Standard Chartered Dihukum Rp 1 Miliar

Andi Saputra - detikNews

 Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan nasabah Victoria Silvia Beltiny terhadap Standard Chartered Bank sebesar Rp 1 miliar. Sebab Standard Chartered telah memakai jasa debt collector yang menagih utang dengan cara premanisme dan teror.

Kasus bermula saat warga Bekasi itu mendapat ringkasan kredit tanpa agunan (KTA) pada 1 Maret 2004 untuk pinjaman Rp 19 juta dengan angsuran Rp 870 ribu per bulan selama 36 kali pembayaran. Karena angsurannya lancar, Victoria lalu mendapat tawaran kenaikan kredit lagi sebesar Rp 20 juta pada Juli 2005. Lagi-lagi karena lancar membayar angsuran, kredit lalu dinaikkan menjadi Rp 41 juta pada 4 Agustus 2008.

Setelah bertahun-tahun lancar membayar utangnya, Victoria mengalami kesulitan keuangan pada Mei 2009. Nah, dari sinilah teror mulai dilancarkan pihak Standard Chartered yang menggandeng perusahaan debt collector.

Diawali dengan Victoria didatangi debt collector Standard Chartered untuk membayar utangnya segera. Lalu dilanjutkan dengan intimidasi, pengancaman, teror dan sebagainya.

Sang debt collector juga menyebarkan ketidakmampuan Victoria membayar utang ke teman-teman kantor sehingga Victoria menjadi malu. Para penagih utang itu juga terus menerus mengirimkan SMS dan menelepon Victoria dengan mengeluakan kata-kata kasar dan mengirimkan faksimili ke kantor Victoria.

Tidak tahan dengan intimidasi dan teror tersebut, Victoria lalu mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Victoria meminta Standard Chartered memberikan ganti rugi Rp 5 miliar atas apa yang telah dilakukan kepadanya.

Gayung bersambut. Pada 15 Juli 2010 PN Jaksel menjatuhkan hukuman kepada Standard Chartered untuk memberikan ganti rugi Rp 10 juta kepada Victoria. Tak puas, Victoria banding. Siapa nyana, pada 3 Januari 2012 Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menaikkan hukuman ganti rugi menjadi Rp 500 juta.

Atas hukuman itu Standard Chartered tidak terima dan mengajukan kasasi. Tapi bukannya dikabulkan permohonannya, MA malah menaikkan hukuman kepada bank asing itu menjadi dua kali lipat dari putusan sebelumnya.

"Menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar ganti rugi kepada penggugat sebesar Rp 1 miliar," putus MA sebagaimana dilansir website panitera, Kamis (14/8/2014).

Duduk sebagai ketua majelis Dr Abdurrahman dengan anggota Syamsul Maarif dan Dr Habibburahman. Dalam putusan yang diketok pada 3 Oktober 2013 itu Standard Chartered dinilai tidak profesional dalam menagih kredit.

Lantas, mengapa MA menaikkan hukuman dari Rp 500 juta menjadi Rp 1 miliar?

"Karena mengutamakan penggunaan pendekatan intimidasi dan premanisme daripada pendekatan lain yang mendudukkan nasabah sebagai partner bank. Oleh karena itu adalah layak dan adil apabila Tergugat dijatuhi hukuman untuk membayar ganti rugi kepada penggugat yang lebih berat," cetus majelis kasasi.

Tidak ada komentar: