Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Judicial review di Mahkamah Agung (MA) yang tertutup membuat masyarakat tidak bisa mengetahui proses sidang tersebut. Hal ini berbeda dengan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK) yang digelar secara terbuka dan transparan.
"Sebaiknya dibuka saja karena judicial review
itu proses normatif, bisa mendengarkan semua pihak seperti di MK," kata
pengamat hukum Dr Irmanputra Sidin kepada detikcom, Jumat (2/7/2013).
Masyarakat yang mengajukan permohonan judicial review
di MA hanya datang sekali untuk memasukkan berkas. Setelah itu pemohon
tidak mengetahui progress permohonan tersebut sampai mana. Tidak ada
sidang seperti di MK atau layanan internet untuk mengetahui sampai mana
permohonan tersebut diproses.
"Yang pasti ketertutupan seperti selama ini tidak bisa dinilai tak trasparan dalam arti negatif tapi semata-mata paradigma lama judicial review yang tertutup harus ditinjau kembali," ungkap Irman.
Hak mengadili judicial review MA diberikan oleh UU MA untuk peraturan di bawah UU. Atas mandat ini, MA lalu membuat hukum acara judicial review lewat Peraturan MA (Perma) No 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materil.
Perma
ini berisi 9 bab dengan 12 pasal yang ditandantangani Ketua MA Harifin
Tumpa. Dalam BAB III tentang Pemeriksaan Dalam Persidangan hanya ada 1
pasal yang mengatur proses sidang judicial review tapi secara tertutup.
Menurut Irman, sudah saatnya aturan yang kaku tersebut diubah.
"Karena
sekarang peradilan etik saja sudah terbuka seperti Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP). Oleh karenanya peraturan yang melandasi
tidak terbukanya judicial review itu diubah saja," pungkas Irman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar