Harian Rakyat Merdeka
RMOL. Meningkatkan jumlah utang luar negeri Indonesia menunjukkan Nawa Cita yang diusung Jokowi-JK mulai dilupakan. Upaya mencapai kemandirian ekonomi tidak maksimal. Bahkan, muncul kekhawatiran akan terjadinya krisis ekonomi di Tanah Air.
Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Jami Kuna mengatakan, kondisi ekonomi Indonesia akhir-akhir ini sudah mengkhawatirkan. "Di samping daya beli masyarakat yang melemah akibat dari krisis global ternyata adalagi dampak lain yang mungkin saja kita bisa menyusul Yunani yang dilanda krisis ekonomi," katanya dalam siaran persnya yang diterima Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia menuturkan, utang luar negeri Indonesia yang sudah melebihi batas berbahaya bagi kelangsungan denyut nadi ekonomi Indonesia secara keseluruhan. "Namun yang perlu diperhatikan adalah siapa sebenarnya yang mempunyai utang, pemerintah atas nama dan kebutuhan rakyat atau swasta?" katanya.
Pihaknya sebagai generasi muda mengaku tak habis pikir kenapa lebih dari 50 persen utang Indonesia adalah utangnya swasta. "Namun kenapa rakyat yang ikut menanggung, bukankah selama ini para pengusaha tidak pernah memikirkan nasib para buruhnya. Jangan lupa buruh merupakan masyarakat mayoritas negeri ini," tekannya.
Jami menilai pemerintah hari ini sudah keblinger. "Pemerintah perlu sama-sama kita ingatkan. Jangan biarkan rakyat yang selalu kena getahnya, sedangkan keuntungan yang selama ini didapat oleh para pengusaha selalu mereka nikmati sendiri. Lalu mengapa giliran susah rakyat ikut diseret seret," ucapnya.
Dia mengingatkan, pemerintah jangan bernafsu untuk mengubah Indonesia seperti negara-negara barat.
"Ingat, pemerintah hari ini sudah melanggar amanah konstitusi seperti pasal 27 dan pasal 33 serta Pancasila sebagai falsafah dalam berbangsa dan bernegara. Sekarang ini sudah bukan waktunya lagi untuk pencitraan. Segera terapkan Trisakti Bung Karno yang terbungkus dalam Nawa Cita," tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi VI DPR Achmad Hafisz Tohir, mengatakan, 8 bulan berkuasa, pemerintahan Jokowi-JK sudah membuat utang baru senilai Rp 859 triliun. Utang tersebut berasal dari pinjaman World Bank senilai 12 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp 143 triliun, dari Tiongkok Rp 650 triliun dan pinjaman dana IDB sebesar Rp 66 triliun.
"Utang tersebut di luar lelang surat utang negara (SUN) dalam valuta asing berdenominasi Euro seri RI-Euro725 senilai 1,25 miliar Euro dengan tenor 10 tahun pada Kamis 23 Juli lalu," ungkapnya.
Menurut Achmad, prilaku pemerintah yang suka utang sesungguhnya membuat nilai tukar rupiah semakin terpuruk. "Makanya kami selalu kritik bahwa mazhab utang luar negeri sebagai cara memacu pertumbuhan ekonomi baru yang dianut oleh pemerintah ini," ujarnya.
Kondisi tersebut diperparah dengan turunnya jumlah investasi baik dari penanaman modal dalam negeri maupun luar negeri. Sementara daya beli masyarakat juga terus tergerus terutama di sektor konsumsi, yang mengakibatkan turunnya pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Dia mengimbau tim ekonomi Jokowi-JK bergerak cepat dengan memaksimalkan seluruh potensi belanja APBN yang lebih dari Rp 2 ribu triliun. "Ini tentu sangat tepat untuk mendorong kembali pertumbuhan ekonomi yang mengalami perlambatan di kuartal pertama tahun ini. Caranya, percepat pembangunan infrastruktur jalan tol, pelabuhan, rel kereta ganda, dan bandara baru dengan melibatkan BUMN dan swasta dalam pendanaan dan pengerjaan. Jangan nambah utang," tandasnya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar