Indah Mutiara Kami - detikNews
Jakarta - Presiden Joko Widodo menyodorkan kembali Pasal
Penghinaan Presiden dalam RUU KUHP, padahal pasal itu sudah dihapus
Mahkamah Konstitusi (MK). Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin
menegaskan bahwa pasal itu tak mungkin dibahas lagi.
"Secara azas
hukum yang berlaku, yang sudah dibatalkan di MK, tidak bisa dihidupkan
lagi di RUU yang baru," kata Aziz kepada wartawan di Gedung DPR,
Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/8/2015).
Aziz menuturkan bahwa
putusan MK bersifat final dan mengikat. Dengan demikian, walaupun
pemerintah tetap memaksakan pasal itu untuk masuk, hal itu menjadi
mustahil.
"Tidak bisa. Ini negara hukum. Tidak mungkin dihidupkan kembali," ucap politikus Golkar ini.
Menurut
Aziz, Komisi III tidak akan mau repot-repot membahas lagi Pasal
Penghinaan terhadap Presiden bila pada ujungnya nanti akan dibatalkan
lagi oleh MK. Aziz menilai putusan MK sudah cukup jelas dalam
membatalkan pasal itu.
"Karena akan berhimpit nanti kepada kebebasan dalam mengungkapkan pendapat yang diatur dalam UUD kita," ujar Aziz.
Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP yang disodorkan Presiden Jokowi ke DPR berbunyi:
Setiap
orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling
banyak Kategori IV
Ruang lingkup Penghinaan Presiden diperluas lewat RUU KUHP Pasal 264:
Setiap
orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau
gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman
sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden
atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau
lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun
atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Pasal itu di
UU KUHP sudah dihapus oleh MK pada tahun 2006. Tidak hanya menghapus
Pasal Penghinaan Presiden dalam KUHP, MK juga memerintahkan pemerintah
dan DPR menghapus norma itu dari RUU KUHP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar