Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Pengadilan Tinggi (PT) Banten menghukum Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Tangerang karena menyerobot tanah warga sejak Orde
Baru untuk pembangunan SD. Gara-gara perbuatan melawan hukum pemerintah
ini, kegiatan belajar mengajar siswa terbengkalai.
Tanah seluas
3.570 meter persegi di Desa Panongan Blok III/A, Kecamatan Panongan,
Tangerang dikuasai oleh Arsaman. Memasuki rezim Orde Baru, pemerintah
membangun SDN 02 Panongan pada 1974. Adapun SDN 01 Panongan juga
dibangun dalam waktu yang bersamaan di atas tanah milik Sakrim. Namun,
pembangunan SDN 02 itu dibangun tanpa adanya jual beli yang sah dengan
Arsaman.
Setelah rezim Soeharto tumbang, pembangunan SDN 02 ini
mulai digugat. Setelah Arsaman meninggal dunia pada 1998, kelima anaknya
mempertanyakan hak-haknya atas tanah tersebut. Sebab sudah 40 tahun
lamanya mereka belum mendapatkan ganti rugi sepeser pun dari pemerintah.
Atas hal itu, mereka lalu mengajukan gugatan dan meminta ganti rugi Rp
5,8 miliar. Uang sebesar itu dihitung dari biaya sewa Rp 10 juta per
bulan dikalikan 40 tahun dan sisanya kerugian immateril.
Gayung
bersambut. Pada 1 Desember 2014 Pengadilan Negeri (PN) Tangerang
mengabulkan gugatan dan menyatakan tanah tersebut adalah tanah yang sah
milik ahli waris Arsaman. Alhasil, Pemkab Tangerang dihukum membayar Rp
2,4 miliar.
Tak terima divonis bersalah, Pemkab Tangerang mengajukan banding. Lantas apa kata PT Banten?
"Menguatkan
putusan PN Tangerang," demikian bunyi amar putusan PT Banten
sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Senin (3/8/2015).
Duduk
sebagai ketua majelis Widiono dengan hakim anggota Abdul Hamid
Pattiradja dan Daniel Rimpan. Putusan ini diketok pada 27 Mei lalu.
Sementara itu, gara-gara perbuatan melanggar hukum yang dilakukan
pemerintah, siswa SDN 02 tersebut terbengkalai kegiatan belajar
mengajarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar