BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 08 Mei 2012

888 Barang Bukti Kasus Unsri Disita

RMOL. Kejaksaan Agung menyita 888 alat bukti berupa barang dan dokumen terkait kasus pengadaan alat laboratorium di Kampus Universitas Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan yang diduga melibatkan Mindo Rosalina Manulang.
Kejaksaan Agung yang menu­run­kan tim penyidik ke Bumi Gen­ding Sriwijaya itu, juga mela­ku­kan serangkaian pemeriksaan ter­hadap tersangka dan para saksi.
“Tim turun ke sana dari 23 April hingga 27 April. Ada 888 item barang di laboratorium kom­puter Fakultas Teknis, Keguruan, dan Ilmu Pendidikan yang disita pe­nyidik. Setelah disita, barang-ba­rang itu dititipkan ke pihak Un­sri untuk dipakai,” ujar Kepala Pu­sat Penerangan Hukum Ke­jak­saan Agung Adi Toegarisman.
Dia merinci, pada 23 April, pe­nyidik melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Yang di­pe­riksa pada hari itu adalah Sek­retaris Panitia Pengadaan ber­nama Parama Santati, anggota Panitia Pengadaan Noviza, ang­gota Panitia Pengadaan Erwin, Kepala Unit Layanan Pengadaan Andi Wijaya dan anggota Panitia Pengadaan bagian Pengadaan Pe­kerjaan Pengadaan Alat Warsito.
Untuk tanggal 24 April, lanjut Adi, kembali dilakukan pemerik­saan terhadap para saksi, yakni anggota Panitia Pengadaan Yas­wanka, anggota Panitia Penga­da­an Ilham Ahmad, anggota panitia pengadaan Halim Sobri, Ketua Panitia Pengadaan Pekerjaan Pe­ngadaan Alat Dedi Supriadi dan Sekretaris Panitia Inawati Man­dayuni.
Untuk tanggal 25 April, dila­kukan pemeriksaan saksi, yakni anggota Panitia Pengadaan Bi­dang Penerimaan Amrifan Sa­ladin, anggota Panitia Pengadaan Juswardi dan anggota Panitia Pengadaan Made Sikaryawan.
“Sedangkan tanggal 26 hingga 27 April dilakukan proses penyi­taan dan pemeriksaan dua ter­sangka yang sudah ditetapkan se­be­lumnya. Jadi, ada 14 saksi dan dua tersangka yang diperiksa, yaitu Ketua Panitia Lelang, inisial HNY, dan Pejabat Pembuat Ko­mitmen berinisial ID ,” papar Adi.
Selanjutnya, penyidik akan me­lakukan evaluasi dan pe­ngembangan lebih lanjut atas pe­nyitaan dan sejumlah peme­rik­saan yang telah dilakukan. “Ma­sih evaluasi untuk pengembangan penyidikan,” kata Adi.
Sebelumnya, atas kasus dugaan korupsi yang menyenggol nama Mindo Rosalina Manullang, anak buah Nazaruddin itu, penyidik Ke­jak­saan Agung sudah me­ne­tapkan dua tersangka. Ter­sangka pertama, Ketua Panitia Lelang berinisial HNY. Tersangka kedua, Pejabat Pembuat Komitmen berinisial ID. “HNY dan ID dari pihak Unsri,” kata Adi.
HNY ditetapkan sebagai ter­sang­ka berdasarkan Surat Pe­rintah Penyidikan (Sprindik) Nomor 22/S:/FD.1/03 2012 tang­gal 5 Maret 2012. ID ditetapkan se­bagai tersangka berdasarkan Sprindik Nomor 23/S:/FD.1/03 2012 tanggal 5 Maret 2012. “Ini adalah kasus yang masih dite­lusuri penyidik,” kata Adi.
Pengadaan alat laboratorium di Kampus Universitas Sriwijaya ter­sebut, menurut Adi, meng­gu­na­kan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2010. “Nilai kon­traknya mencapai Rp 47 miliar,” ujarnya.
Kendati begitu, lanjut Adi, penyidik belum bisa memastikan jum­lah kerugian negara dalam pengadaan alat laboratorium itu. “Justru dalam penyidikan akan diungkap berapa besar secara riil kerugian negaranya,” ucapnya.
Selain belum menetapkan be­rapa kerugian negara dalam ka­sus ini, Kejaksaan Agung juga be­lum menahan kedua tersangka itu. Penyidik baru sebatas me­me­riksa tersangka dan saksi-saksi.
Adi juga belum mau menje­las­kan dugaan keterlibatan Mindo Rosalina Manullang dan atasan­nya di Permai Grup, Muhammad Na­zaruddin dalam perkara ter­sebut.
Akan tetapi, sumber di Keja­gung menyampaikan bahwa Ke­jaksaan Agung berupaya men­dalami dugaan keterlibatan Rosa dan bosnya itu.
Saat menjadi saksi perkara suap pembangunan Wisma Atlet di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rosa me­ngakui perusahaan yang ter­ga­bung dalam konsorsium PT Per­mai Grup, pernah menggarap proyek pengadaan alat labo­ra­torium di Universitas Sriwijaya.
Hingga kemarin, Kejaksaan Agung sudah masuk tahap pe­nyidikan dalam dua kasus korupsi di dua universitas. Yakni, kasus pengadaan peralatan labora­to­rium di Universitas Negeri Ja­karta (UNJ) tahun 2010 dan kasus pengadaan alat laboratorium di Kam­pus Universitas Sriwijaya itu.
Penyidik Kejagung telah me­netapkan dua tersangka perkara korupsi pengadaan laboratorium di Universitas Negeri Jakarta, yang diperkirakan merugikan ne­gara Rp 5 miliar. Kedua tersangka itu adalah Dr Fakhrudin selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang juga Pembantu Rek­tor III UNJ, dan Ir Tri Mulyono selaku Ketua Panitia Lelang dan dosen Fakultas Teknik.
Kasus itu berawal dari penga­daan alat laboratorium dan per­alatan penunjang laboratorium pen­didikan tahun anggaran 2010 di UNJ senilai Rp 17 miliar. Mo­dusnya adalah melakukan peng­gelembungan harga atau mark up dan sebagian jenis barang tidak se­suai dengan kualitas yang di­inginkan. Pemenang tender pro­yek tersebut adalah PT Marell Man­diri dan yang menger­jakann­ya adalah PT Anugerah Nusantara.
PT Anugerah merupakan satu konsorsium dengan PT Permai Group, dengan koordinatornya adalah Rosa. Rosa telah dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara dalam kasus suap pembangunan Wisma Atlet yang juga melibatkan bekas Bendahara Umum DPP Partai Demokrat, Nazaruddin.
REKA ULANG
Diperiksa Penyidik Kejagung Di KPK
Penyidik Kejaksaan Agung sudah dua kali mengorek kete­rangan Mindo Rosalina Manul­lang di kantor Komisi Pem­be­rantasan Korupsi, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Soalnya, Rosa yang masih da­lam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), tidak diperkenankan di­bawa ke kantor Kejagung. Akhir­nya, penyidik Kejaksaan Agung memeriksa Rosa di kantor KPK.
Pada 14 Februari lalu, bekas anak buah Muhammad Nazarud­din itu diperiksa penyidik Keja­gung terkait perkara korupsi di Kementerian Agama. “Ibu Rosa diperiksa sebagai saksi kasus Ke­menag,” ujar kuasa hukum Rosa saat itu, Ahmad Rivai di Gedung KPK.
Sehari sebelumnya, Rosa juga diperiksa penyidik Kejagung di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi, pemeriksaan ter­sebut menyangkut kasus korupsi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung ketika itu, Noor Rochmad menyam­pai­kan, Kejagung tengah mengusut tiga kasus yang melibatkan Rosa. Yak­ni, perkara korupsi penga­daan alat laboratorium di UNJ, ka­sus korupsi di Kementerian Aga­ma dan perkara korupsi pe­ngadaan alat kesehatan di Ke­men­terian Kesehatan. “Dia masih berstatus sebagai saksi dalam ka­sus-kasus itu,” ujar Noor.
Noor mengaku, Kejaksaan Agung serius mengusut semua kasus korupsi itu. Dugaan keter­libatan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, yang juga bekas bosnya Rosa, Nazaruddin pun dite­lusuri penyidik.
Mengenai lokasi pemeriksaan, Noor menyampaikan, Rosa da­lam perlindungan Lembaga Per­lindungan Saksi dan Korban. “Prin­sipnya, LPSK tergantung saksi yang bersangkutan. Jika yang bersangkutan merasanya nyaman diperiksa di KPK, maka pemeriksaannya dilakukan di KPK,” kata dia.
Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo me­ngatakan, KPK hanya menjadi tem­pat pemeriksaan Rosa terkait tiga kasus tersebut. Perkara Rosa yang ditangani KPK, lanjutnya, berbeda dengan kasus yang dita­ngani Kejaksaan Agung. “Saya tidak kompeten bicara mengenai perkara yang ditangani Keja­gung. Yang bisa saya sampaikan, KPK pun sedang menyelidiki sejumlah kasus terkait Rosa,” ujar Johan.
Apakah, kasus-kasus itu akan kembali menyeret Nazaruddin, bos Rosa? Yang pasti, Ahmad Ri­vai menyatakan, dirinya ber­sedia menjadi kuasa hukum Rosa karena sudah ada kesepahaman de­ngan kliennya itu untuk mem­bongkar semua perkara tersebut.
Lantaran itu, lanjut Rivai, klien­nya akan membuka semua pihak yang terlibat dalam kasus-kasus yang ditangani Kejaksaan Agung itu. “Kami akan buka se­muanya. Ibu Rosa sudah setuju. Buat apa saya mau jadi pengacara Rosa kalau tidak mau buka-bukaan,” tandasnya.
Menurut Rivai, dalam hampir semua kasus korupsi itu, Rosa hanya berperan sebagai bawahan yang melaksanakan perintah bos­nya. “Bosnya kan Anda tahu sen­diri siapa. Karena itu, kami me­minta aparat penegak hukum, baik Kejaksaan Agung dan KPK untuk mengusut tuntas semua pihak yang terlibat,” ucapnya.
Tapi, selang beberapa hari ke­mudian, Rosa tak lagi memakai jasa Rivai sebagai kuasa hukum.
Rusak Moral Mahasiswa
Achmad Basarah, Anggota Komisi III
Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah menyam­pai­kan, dugaan korupsi di se­jum­lah perguruan tinggi sangat menyedihkan. Sebab, lembaga pendidikan yang seharusnya mendidik anak-anak bangsa su­paya cerdas, jujur dan ber­pe­rangai baik, ternyata dikotori prak­tek korupsi yang menjamur.
Karena itu, politisi muda PDIP ini mendesak agar pe­ngu­sutan kasus korupsi di sejumlah perguruan tinggi dilakukan sam­pai tuntas. “Kejaksaan Agung tidak boleh main-main dalam mengusut dugaan ko­rupsi yang melibatkan pejabat teras di lingkungan peerguruan-perguruan tinggi itu,” ujar Ach­mad Basarah.
Lebih lanjut, dia meng­ingat­kan Kejaksaan Agung agar pe­nyi­dikan kasus-kasus tersebut tun­tas sampai ke akar ma­salah­nya. “Keputusan pengadilan juga harus tegas dan berat apa­bila para terdakwa terbukti bersalah. Hal itu penting agar per­guruan tinggi yang se­ha­rusnya berfungsi menjadi lem­baga pencetak para calon pe­mim­pin bangsa, tidak menjadi sum­ber pendidikan korupsi di negeri ini,” ujar Basarah.
Dia menambahkan, banyak efek buruk yang akan terjadi bagi bangsa ini, bila kasus-ka­sus korupsi di perguruan tinggi tidak diusut sampai tuntas. “Se­lain akan menurunkan kua­litas fasilitas dan sarana pendidikan tinggi, korupsi di lingkungan perguruan tinggi juga akan merusak moral intelektual para mahasiswa dan dosennya,” katanya.
Kerugian yang ditimbulkan pun, lanjutnya, bukan hanya ber­sifat material tetapi juga im­material. Lantaran itu diper­lu­kan kesadaran, niat baik dan political will pimpinan penegak hukum, bahwa bahaya yang ditimbulkan akibat korupsi di lingkungan pendidikan juga merusak mental dan moral para peserta didik atau maha­sis­wa­nya. “Kita sangat khawatir jika akhirnya perguruan tinggi men­jadi lembaga pengkaderan para koruptor,” ujarnya.
Selain mendukung hukuman se­berat-beratnya bagi para pelaku korupsi di lingkungan kam­pus, Basarah juga setuju agar setiap proses pengadaan, dari mulai pembahasan ang­garan di DPR dengan Peme­rintah, sampai pada tataran pe­laksanaan pengadaan proyek di lapangan, ditelusuri dan diusut tuntas.
“Dari hulu sampai hilir harus diusut semua,” ujarnya.
Permainan Uang Kerap Terjadi
Sandi Ebenezer, Anggota Majelis PBHI
Anggota Majelis Per­him­punan Bantuan Hukum In­donesia (PBHI) Sandi Ebeneser Situngkir menilai, kasus dugaan korupsi di sejumlah universitas itu aneh. “Karena di hilir tidak me­­­rasakan ada kerugian,” ujarnya.
Menurut dia, apabila nama-nama tenar yang diduga terkait korupsi pengadaan di sejumlah universitas itu menerima gra­ti­fikasi, namun di hilir seolah se­per­ti tidak ada masalah, pa­tut­lah dicurigai. “Lalu, gratifikasi itu uang siapa? Pihak Ke­men­keu, DPR, Pengguna Anggaran, Uni­versitas dan Kontraktor mesti di­te­lusuri, apakah ter­li­bat,” ujar dia.
Dalam pengadaan, permain­an uang kerap terjadi antara pejabat dengan kontraktor, se­hingga terjadilah gratifikasi dan jenis korupsi lainnya. “Kon­traktor tentu saja mau nyari untung. Tidak mungkin kon­trak­tor mau rugi,” ujarnya.
Kasus dugaan korupsi di Universitas Sriwijaya dan kam­pus-kampus lain, lanjut Sandi, tidak lepas dari proses pengang­garan di DPR. Karena itu, kata dia, penyidik pun seharusnya me­nelusuri dugaan keterlibatan ang­gota DPR dan pejabat lainnya.
“Kalau mengikuti alur pe­mi­kiran Nazaruddin bahwa pro­yek seperti itu sudah dikawal mu­lai dari proses penyusunan anggaran, maka menelusuri dugaan keterlibatan anggota DPR, pejabat Kementerian Ke­uangan atau kementerian yang bersangkut paut dengan proyek itu, pengguna anggaran dan kon­traktornya, harus didalami,” ujarnya.
Sandi menilai, Kejaksaan Agung masih enggan mene­lu­suri keterlibatan politikus dan pe­jabat negara. Sedangkan KPK, lanjutnya, masih tebang pilih.
Karena itu, katanya, pengu­sutan kasus-kasus korupsi di perguruan tinggi itu pun tidak akan tuntas sampai ke akarnya.
“Kecenderungannya, kasus korupsi yang dipegang kejak­saan dan kepolisian tidak akan naik alias mandeg, kalau toh di­naikkan akan lama. Contohnya, kasus dugaan korupsi mantan Menteri Kesehatan baru naik setelah kasus di KPK naik,” ujarnya.
Dia pun menyerukan agar da­lam setiap pengadaan, aparat penegak hukum melakukan upaya pengawalan. “Penga­wal­an proyek bukan data baru, mes­tinya KPK bisa mengantasipasi untuk lakukan pencegahan,” kata­nya.  [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar: