Malang (ANTARA News) - Pakar Hukum Universitas Brawijaya (UB) Malang Dr Ibnu Tricahyo menyatakan bahwa landasan hukum sebagai acuan penerapan "justice collaboration" di Indonesia cukup mendesak.

"Seharusnya pemerintah dan DPR RI tanggap dengan kondisi ini. Untuk kasus-kasus pidana khusus (korupsi, narkoba, terorisme) harus dibuatkan hukum acara tersendiri (khusus)," katanya di Malang, Senin.

Ia mengakui, negeri ini memerlukan hukum acara khsusus ini, namun tidak ada landasan atau aturan khusus yang cukup kuat untuk menerapkan "justice collaboration" tersebut.

Untuk mengungkap kasus yang lebih besar dari tersangka yang sedang dalam proses hukum, lanjutnya, perlu terobosan yang memangkas alur birokrasi demi mempercepat proses terkuaknya kasus yang lebih besar untuk menyelamatkan negeri ini.

Sebab, tegasnya, selama belum memiliki landasan hukum acara khusus, pasti akan ada diskriminasi. Agar tidak terjadi diskriminasi, maka ada perlakuan khusus bagi yang mengungkap kasus lain yang lebih besar.

Ia mencontohkan, kasus korupsi atau kasus lain yang tidak mungkin dilakukan sendiri dan yang dijerat menjadi tersangka pasti tahu siapa saja yang terlibat."Nah, untuk membuka kasus lain ini perlu ada aturan dan perlakuan khusus bagi tersangka yang mau mengungkapkannya, ini perlu landasan hukum," tegasnya.

Selama ini, kata Ibnu, di Indonesia masih belum mengenap "justice collaboration" ini, sehingga semua tersangka yang sedang diproses secara hukum diperlakukan sama dengan menggunakan KUHP, meski yang bersangkutan telah membantu para penegak hukum dalam proses penyidikan dalam kasus lain atau kasus yang sama, tapi melibatkan tersangka lain.

"Aturan hukum khusus di Indonesia sekarang ini memang sangat mendesak. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR juga harus segera membahas masalah ini agar yang mengungkap mendapat perlindungan dan perlakuan khusus," ujarnya. (E009)