Tanjungpinang (ANTARA News) - Dewan Pers menyatakan perusahaan pers bertanggung jawab atas berita saduran atau kutipan dari media tertentu.

"Jika terjadi sengketa pemberitaan bukan tanggung jawab media yang menyediakan berita, melainkan tanggung jawab media yang menerbitkannya. Perusahaan pers yang menyediakan berita bertanggung jawab jika gugatan ditujukan kepadanya," kata anggota Dewan Pers Agus Sudibyo di Tanjungpinang, Minggu.

Selama ini, masih ada manajemen perusahaan pers yang beranggapan bahwa berita yang disadur dari media tertentu merupakan tanggung jawab pihak penyedia berita. Padahal permasalahan itu sudah diatur oleh Dewan Pers bahwa berita saduran merupakan tanggung jawab media yang menerbitkannya.

Pihak media juga harus menghormati perusahaan pers yang menyediakan berita, seperti menyebutkan secara keseluruhan nama perusahaan pers yang menyediakan berita, yang biasanya ditulis di bawah berita. Selama ini, beberapa perusahaan media hanya menuliskan singkatan nama perusahaan media yang menyediakan berita.

"Akan tetapi, tidak akan jadi masalah jika itu sudah memuaskan pihak penyedia media," katanya.

Biasanya, kata dia, perusahaan penyedia berita, seperti LKBN ANTARA, menyajikan berita yang bersifat informatif sehingga perlu dikembangkan oleh pelanggannya. Perusahaan penyedia berita juga memiliki keinginan agar media yang mengutip beritanya dapat mengembangkan berita tersebut sebelum diterbitkan.

Pihak media juga harus meneliti kembali keakurasian berita yang disajikan oleh perusahaan pers penyedia berita untuk menghindari kesalahan dan gugatan.

"Berita yang disajikan untuk publik itu harus akurat, tidak boleh salah nama, foto, dan permasalahan yang diangkat. Kesalahan itu dapat merugikan pihak-pihak yang disebutkan di dalam berita," ujarnya.

Menurut dia, masyarakat lebih tertarik membaca berita yang mendalam dan jelas. Berita yang hanya sepenggal-sepenggal dan tidak akurat hanya akan membuat pembaca kesal.

"Oleh karena itu, berita yang disadur dari media tertentu harus dikembangkan dan diteliti kembali untuk menghindari kekeliruan," katanya.

Beberapa media sering kedapatan melakukan kesalahan dalam pemberitaan karena kurang teliti dalam menyajikan berita. Salah satu contoh adalah berita tentang bom buku, yang wartawannya salah menampilkan foto pelakunya.

Sekitar lima media menyajikan berita yang salah terkait dengan permasalahan itu sehingga menyebabkan foto seseorang yang dituding sebagai pelaku di dalam berita tersebut merasa dirugikan, katanya.

Meski berita itu dapat diklarifikasi, kata dia, berita sebelum terlanjur dibaca publik dan belum tentu publik membaca berita hasil klarifikasi.
(T.KR-NP/D007)