BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 09 Januari 2015

Motif-motif di Balik Penerbitan SKL ini yang Sedang Diusut KPK

Moksa Hutasoit - detikNews
Jakarta - Kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI masih berada di tahap penyelidikan KPK, belum ada tersangka yang ditetapkan. Ini sejumlah motif di belakang penerbitan SKL yang menjadi fokus pengusutan KPK.

"Setahu saya ini problemnya dua tahun setelah KPK muncul. Ada laporan tentang SKL, itu bisa berbagai pola masalahnya," kata Komisioner KPK Bambang Widjojanto di Kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (8/1/2015).

Pola pertama, kata dia, ada SKL yang diterbitkan dengan proses dan jaminan yang betul-betul jaminan yang diberikan untuk SKL sesuai dengan fakta. "Kemudian, bisa juga ada potensi jaminan itu tak sesuai yang dijaminkan," papar Bambang.

Berikutnya adalah adanya jaminan aset yang diberikan sebagai pembayar utang. Namun asetnya dinyatakan belum cukup lengkap dan ketidaklengkapan itu diketahui dan tetap saja diberikan SKL.

"Terakhir, bisa juga SKL ini akan diberikan, tapi pelaksanaanya tidak sesuai," sambungnya lagi.

Pola-pola inilah yang menjadi rujukan KPK. Namun dari banyaknya pihak yang sudah diperiksa, Bambang menolak ke arah mana kira-kira pola yang paling potensial terjadinya pelanggaran.

"Ini yang sedang didalami. Karena ini sudah lama, kami melakukannya dengan berpegang pada prinsip yang prudential," ujar Bambang.

  Ekspose perkara BLBI di KPK terakhir kali digelar sekitar bulan lalu. Saat itu pimpinan KPK ingin mengetahui sejauh mana perkembangan penyelidikan perkara ini. Dia menyiratkan masih ada lagi sejumlah pihak yang bakal dipanggil penyelidik untuk dimintai keterangan.

Sama seperti Bank Century, Bambang tegas membantah KPK dianggap mengkriminalisasikan sebuah kebijakan. Kasus Century, lanjut Bambang, menjadi bukti sebuah kebijakan jadi instrumen untuk terjadinya pelanggaran.

"Sama kayak Century. Kami ingin buktikan, kebijakan itu jadi sarana untuk lakukan kejahatan. Ini harus lakukan pendalaman yang cukup dan pemeriksaan yang hati-hati,” tandasnya.

Pada tahun 1998 saat terjadi krisis moneter, BI memutuskan mengucurkan bantuan likuiditas kepada 48 bank senilai Rp 147,7 triliun. Pemerintah kemudian menerbitkan SKL kepada beberapa obligor, padahal kewajiban hutang mereka belum terpenuhi.

Berdasarkan hasil audit BPK, dalam kasus BLBI ini negara merugi sebesar Rp 138,4 triliun. BPK menyatakan, penggunaan dana Rp 138,4 triliun itu tak jelas ke mana.

Tidak ada komentar: