VIVAnews - Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta akan mengabulkan tuntutan ratusan sopir angkutan umum yang
menggelar unjuk rasa di depan kantor Balaikota DKI menuntut penghapusan
aturan retribusi dalam uji kir, masuk terminal dan izin trayek.
Penghapusan dilakukan karena retribusi tersebut dianggap tidak
memberikan kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
"Semua
retribusi yang membebani para sopir akan dibebaskan. Soalnya saya
hitung-hitung pendapatan yang didapatkan dari retribusi itu kecil," ujar
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo di gedung Balai Kota, 20 November
2012.
Jokowi
mengatakan, retribusi yang didapatkan dari ketiga retribusi daerah yaitu
retribusi Uji KIR, retribusi masuk terminal dan retribusi izin trayek
tidak memberikan kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)
lantaran jumlahnya yang tidak terlalu besar.
"Dana yang masuk
tidak besar, hanya menyumbangkan sekitar Rp2,3 miliar kepada PAD, ini
akan kami hapus untuk berikan perlindungan kepada sopir kecil," ujar Jokowi.
Kepala
Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono, mengatakan, untuk
menghapus aturan retribusi yang tertuang dalam Perda No. 3/2012,
pemerintah DKI tidak bisa secara sepihak menghapus aturan tersebut harus
berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPRD.
"Karena ini merupakan
produk perda, maka harus berkonsultasi dengan DPRD dulu. Kalau
rekomendasi dari dewan sudah ada, maka sesuai dengan aturan yang ada
dalam perda tersebut, akan dikeluarga peraturan gubernur," kata
Pristono.
Untuk mengabulkan keinginan ratusan supir angkot
tersebut, Udar mengatakan esok hari pihaknya akan melakukan rapat dengan
DPRD DKI. "Besok kami ada rapat dengan Komisi B DPRD DKI untuk membahas
hal ini. Bila rekomendasi dewan sudah ada, Gubernur segera membuat
pergubnya untuk membebaskan ketiga retribusi daerah dibawah wewenang
Dishub, ujarnya.
Dikatakan oleh Udar, dalam Perda nomor 3 tahun
2012 tentang retribusi daerah dan Perda Transportasi, Gubernur dapat
memberikan keringanan, pengurangan dan pembebasan retribusi baik atas
permohonan atau tidak adanya permohonan dari pihak lain. "Itu ada dalam
Bab 16, pasal 136, Kami akan menggunakan pasal tersebut untuk
menerbitkan aturan hukum berbentuk pergub untuk mengurangi, meringankan
atau membebaskan retribusi tersebut," kata Pristono.
Kalangan DPRD Menolak?
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta kemungkinan menolak permintaan
Organda DKI untuk menghapus Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2012 tentang
retribusi daerah dan Perda Transportasi. Ketua Komisi B DPRD DKI,
Selamat Nurdin, menyatakan, jalan ke luar yang lebih baik dan
menguntungkan kedua belah pihak adalah dengan melakukan revisi Perda.
"Tiga
hari lalu kami bertemu Organda, mereka keberatan ada pungli. Nah, kalau
pungli dihapus, retribusi bisa tetap jalan," kata Selamat di gedung
DPRD DKI, Jakarta, Selasa, 20 November 2012.
Selamat membenarkan Perda tersebut dibuat sebelum era kepemimpinan Gubernur DKI Joko Widodo. Sehingga, ia meminta Jokowi untuk lebih mendalami kembali tuntutan Organda DKI.
"Biaya
timer, biaya jalur, itu yang harus ditinjau lagi. Ini kewenangan
bersama, yakni polisi, Satpol PP, Dishub. Mekanismenya perlu revisi
Perda dan itu butuh kajian. Kalaupun dihapus tapi pungli tetap jalan kan
sama saja. Jadi perlu dikaji juga persoalannya apa," ungkapnya. (umi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar