JAKARTA - Pembatasan distribusi bahan bakar minyak
(BBM) subsidi oleh Pertamina berbuah gejolak sosial akibat kelangkaan di
berbagai daerah. Pertamina pun mengalah, langkah pengendalian kini
distop.
VP Corporate Communication PT Pertamina Ali Mundakir mengatakan, langkah
pembatasan sebenarnya dimaksudkan untuk menjaga agar kuota BBM
bersubsidi sebesar 44,04 juta kiloliter (KL) tidak terlampaui.
Namun, langkah tersebut berakibat terjadinya kelangkaan BBM di berbagai
daerah. Masyarakat yang harus antri berjam-jam untuk mendapatkan BBM
bersubsidi mulai tidak sabar dan dikhawatirkan akan terjadi gejolak
sosial yang bisa mengganggu ketertiban nasional.
"Karena itu, langkah kitir (pengendalian) BBM bersubsidi kami hentikan
per 25 November (kemarin, Red). Dengan demikian, pasokan BBM akan
kembali normal agar tidak terjadi kelangkaan," ujarnya kemarin (25/11).
Sebagaimana diketahui, sejak 7 November 2012, Pertamina menerapkan
pengendalian dengan cara membatasi pasokan BBM bersubsidi ke stasiun
pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Hal itu sesuai dengan amanat pemerintah melalui surat Badan Pengatur
Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) perihal Pengendalian Distribusi
Sisa Kuota BBM Bersubsidi 2012, yaitu pengendalian distribusi BBM
bersubsidi sesuai sisa kuota dibagi jumlah hari tersisa hingga akhir
tahun.
Menurut Ali, meski kembali menormalkan pasokan BBM bersubsidi, namun
bukan berarti Pertamina akan mengobral BBM bersubsidi
sebanyak-banyaknya. "Kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga
agar distribusi BBM bersubsidi tepat sasaran," ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Hanung Budya
mengatakan, hingga 20 November 2012, realisasi penyaluran BBM bersubsidi
masing-masing mencapai 24,9 juta KL Premium, 13,7 juta KL Solar, dan
1,1 juta KL Kerosene.
Artinya telah terjadi over penyaluran terhadap kuota bulan berjalan
masing-masing sekitar 1 persen untuk Premium dan 4 persen untuk Solar.
"Namun, tingginya konsumsi membuat potensi over kuota sampai akhir tahun
bisa tambah besar," ujarnya.
Sebagai gambaran, dalam APBN 2012, kuota BBM bersubsidi ditetapkan
sebesar 40 juta KL. Namun, kuota tersebut sudah habis pada pertengahan
September, sehingga pemerintah pun menambah kuota menjadi 44,04 juta KL.
Namun, kuota itu pun dikhawatirkan tidak akan cukup hingga akhir
tahun."
Sementara itu, dorongan agar pemerintah menaikkan harga BBM untuk
mengurangi beban subsidi terus bermunculan. Setelah Kementerian Keuangan
siap mengusulkan kenaikan harga Premium dan Solar sebesar Rp 500 per
liter mulai 2013, kali ini giliran Ikatan Alumni Institut Teknologi
Sepuluh November (IKA ITS) Surabaya menyuarakan hal yang sama.
Ketua Umum IKA ITS Irnanda Laksanawan mengatakan, pihaknya mendesak
pemerintah untuk segera melakukan penghematan subsidi energi khususnya
subsidi BBM dengan menaikkan harganya.
"Alasan utama kami adalah karena mayoritas pengguna BBM subsidi itu,
lebih dari 70 persen, adalah orang yang masuk kategori golongan mampu
dan tidak pantas untuk disubsidi," ujarnya kemarin (25/11).
Selain tidak tepat sasaran, lanjut dia, juga terjadi kebocoran dalam
penyaluran BBM bersubsidi hingga 8 persen. Apalagi, beban subsidi yang
harus dibayar dengan ongkos defisit anggaran berpotensi memicu
terjadinya overheating perekonomian nasional. "Hal tersebut bisa
menyeret pertumbuhan ekonomi Indonesia ke level bawah," jelasnya.
Karena itulah, kata Irnanda, dalam IKA ITS Business Summit 2012 yang
berlangsung 23-24 November di Jakarta. "Salah satu rekomendasinya adalah
menyarankan pemerintah untuk tidak takut menaikkan harga "BBM
bersubsidi. "Kenaikan sebaiknya dilakukan sejak awal tahun 2013,"
katanya. (Owi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar