VIVAnews - Komisi Yudisial (KY) sudah menyiapkan laporan pengaduan mantan Hakim Agung Achmad Yamanie ke Bareskrim Mabes Polri dengan tuduhan memalsukan dokumen negara.
"Berkas laporan tinggal ditandatangani, kemudian dikirim ke Bareskrim," kata Ketua KY, Eman Suparman, Senin 26 November 2012.
"Berkas laporan tinggal ditandatangani, kemudian dikirim ke Bareskrim," kata Ketua KY, Eman Suparman, Senin 26 November 2012.
Laporan ini merupakan
tindak lanjut dari aduan masyarakat yang diterima KY yang menyebutkan,
Yamanie mengubah angka vonis gembong narkoba asal Surabaya, Hengky
Gunawan.
Melalui pengusutan kasus ini, Eman mendesak Yamanie untuk membongkar kebobrokan Mahkamah Agung (MA), tempatnya mengabdi selama ini. "Saya ingin tahu seberapa jauh nyali dia. Supaya rakyat Indonesia tahu apa kebobrokan itu, bukan hanya menebak-nebak dan menuduh-nuduh," ujar Eman.
Terjerat kasus ini, Yamanie sudah mengajukan pengunduran diri dengan alasan sakit. MA mengabulkan permintaan tersebut, tapi dengan alasan berbeda. MA menyatakan, pengunduran diri diterima sebagai bentuk sanksi kepada yang bersangkutan karena sudah bertindak tidak profesional sebagai seorang hakim.
Komisioner KY Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi, Suparman Marzuki, menilai, sikap MA ini semakin membuktikan adanya tindak pidana. "Berdasarkan hasil pemeriksaan MA, AY diminta mundur bukan karena sakit tetapi karena memalsukan surat."
Menurut Suparman, selain dibawa ke Majelis Kehormatan Hakim, tindakan Yamanie juga harus dibawa ke ranah pidana. "MA juga salah kenapa kok justru meminta AY mundur," tegas dia.
Melalui pengusutan kasus ini, Eman mendesak Yamanie untuk membongkar kebobrokan Mahkamah Agung (MA), tempatnya mengabdi selama ini. "Saya ingin tahu seberapa jauh nyali dia. Supaya rakyat Indonesia tahu apa kebobrokan itu, bukan hanya menebak-nebak dan menuduh-nuduh," ujar Eman.
Terjerat kasus ini, Yamanie sudah mengajukan pengunduran diri dengan alasan sakit. MA mengabulkan permintaan tersebut, tapi dengan alasan berbeda. MA menyatakan, pengunduran diri diterima sebagai bentuk sanksi kepada yang bersangkutan karena sudah bertindak tidak profesional sebagai seorang hakim.
Komisioner KY Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi, Suparman Marzuki, menilai, sikap MA ini semakin membuktikan adanya tindak pidana. "Berdasarkan hasil pemeriksaan MA, AY diminta mundur bukan karena sakit tetapi karena memalsukan surat."
Menurut Suparman, selain dibawa ke Majelis Kehormatan Hakim, tindakan Yamanie juga harus dibawa ke ranah pidana. "MA juga salah kenapa kok justru meminta AY mundur," tegas dia.
Menjawab keinginan KY
untuk melaporkan Yamanie, juru bicara MA Djoko Sarwoko menyambut baik.
"Jika KY sudah punya bukti-bukti lengkap, lebih cepat lebih bagus," kata
Djoko.
Dalam rapat internal,
Senin sore 26 November 2012, MA dan KY sepakat membawa kasus Yamanie ke
Majelis Kehormatan Hakim. MA dan KY juga akan mendalami dugaan adanya
indikasi suap secara bersama-sama. "Mudah-mudahan nanti semua akan
menjadi terang dan akan kami buka semuanya," ujar Djoko.
"Majelis Kehormatan dibentuk jika ada indikasi dugaan hasil pemeriksaan pelanggaran kode etik berat yang dilakukan Yamanie," tambah Suparman.
"Majelis Kehormatan dibentuk jika ada indikasi dugaan hasil pemeriksaan pelanggaran kode etik berat yang dilakukan Yamanie," tambah Suparman.
Diskon Vonis
Bersama Hakim Agung Imron
Anwari dan Hakim Nyak Pha, Yamanie memeriksa perkara peninjauan kembali
(PK) kasus Hengky Gunawan, seorang pemilik pabrik serta pengedar
narkoba jenis ekstasi di Surabaya. Pertengahan Agustus 2011, majelis ini
memutuskan untuk mendiskon vonis Hengky, dari pidana mati menjadi 15
tahun.
Putusan bernomor 39/PK/Pid.Sus/2011 itu jelas menuai kritik karena pertimbangan 'diskon' tersebut dinilai tak masuk akal. Majelis berpendapat, pidana mati melanggar hak asasi manusia.Padahal, hukum positif Indonesia masih mengenal vonis mati untuk kejahatan-kejahatan serius, termasuk narkoba.
Rupanya, kejanggalan tak sampai di situ saja. Dalam putusan PK yang dikirim ke Pengadilan Negeri Surabaya, tempat awal kasus ini disidang tahun 2006, tertulis vonis lebih rendah lagi, 12 tahun untuk Hengky. Perubahan vonis ini kemudian terungkap ke media massa.
MA bergerak cepat dengan kemudian memeriksa semua anggota majelis hakim ini, termasuk Yamanie. Melalui Rapat Pimpinan Mahkamah Agung tanggal 17 November 2012, MA menyatakan delapan sikap.
Putusan bernomor 39/PK/Pid.Sus/2011 itu jelas menuai kritik karena pertimbangan 'diskon' tersebut dinilai tak masuk akal. Majelis berpendapat, pidana mati melanggar hak asasi manusia.Padahal, hukum positif Indonesia masih mengenal vonis mati untuk kejahatan-kejahatan serius, termasuk narkoba.
Rupanya, kejanggalan tak sampai di situ saja. Dalam putusan PK yang dikirim ke Pengadilan Negeri Surabaya, tempat awal kasus ini disidang tahun 2006, tertulis vonis lebih rendah lagi, 12 tahun untuk Hengky. Perubahan vonis ini kemudian terungkap ke media massa.
MA bergerak cepat dengan kemudian memeriksa semua anggota majelis hakim ini, termasuk Yamanie. Melalui Rapat Pimpinan Mahkamah Agung tanggal 17 November 2012, MA menyatakan delapan sikap.
Salah satunya, MA mengaku
tidak menemukan cukup bukti adanya pelanggaran kode etik berupa unsur
penyuapan. "Ini semata-mata bersifat teknis yudisial yang merupakan
independensi hakim dalam mengadili perkara."
Tetapi, MA mengakui telah menemukan tulisan tangan Yamanie yang menuliskan pidana penjara selama 12 tahun untuk Hengky. "Dua hakim lainnya tidak pernah menyetujui adanya pemidanaan 12 tahun untuk Hengky, melainkan 15 tahun," demikian sikap MA, seperti dilansir dari situs resmi MA.
Meski Jaksa tetap mengeksekusi Hengky selama 15 tahun, tim pemeriksa MA menilai tulisan tangan Yamanie '12 tahun' dapat menimbulkan kesalahan fatal sehingga dikategorikan sebagai tindakan yang unprofessional conduct. Meski, dalam pemeriksaan MA itu, Yamanie membela diri dengan menyebut kesalahan penulisan itu hanya kelalaian saja.
Dari hasil pemeriksaan tim tersebut, MA menyatakan sudah menegakkan disiplin dengan dengan meminta Yamanie mengundurkan diri sebagai Hakim Agung. Hal ini kemudian direspons Yamanie. "Yang bersangkutan memang menyadari bahwa belakangan ini, kesehatannya terganggu karena menderita penyakit vertigo, sinusitis, dan prostat. Ini membuatnya sering keluar masuk diopname di rumah sakit."
Dengan pengunduran diri tersebut, Ketua MA sudah memerintahkan pada yang bersangkutan untuk mengembalikan semua berkas perkara yang berada di tangannya ke Panitera MA.
Tetapi, MA mengakui telah menemukan tulisan tangan Yamanie yang menuliskan pidana penjara selama 12 tahun untuk Hengky. "Dua hakim lainnya tidak pernah menyetujui adanya pemidanaan 12 tahun untuk Hengky, melainkan 15 tahun," demikian sikap MA, seperti dilansir dari situs resmi MA.
Meski Jaksa tetap mengeksekusi Hengky selama 15 tahun, tim pemeriksa MA menilai tulisan tangan Yamanie '12 tahun' dapat menimbulkan kesalahan fatal sehingga dikategorikan sebagai tindakan yang unprofessional conduct. Meski, dalam pemeriksaan MA itu, Yamanie membela diri dengan menyebut kesalahan penulisan itu hanya kelalaian saja.
Dari hasil pemeriksaan tim tersebut, MA menyatakan sudah menegakkan disiplin dengan dengan meminta Yamanie mengundurkan diri sebagai Hakim Agung. Hal ini kemudian direspons Yamanie. "Yang bersangkutan memang menyadari bahwa belakangan ini, kesehatannya terganggu karena menderita penyakit vertigo, sinusitis, dan prostat. Ini membuatnya sering keluar masuk diopname di rumah sakit."
Dengan pengunduran diri tersebut, Ketua MA sudah memerintahkan pada yang bersangkutan untuk mengembalikan semua berkas perkara yang berada di tangannya ke Panitera MA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar