Jakarta (ANTARA
News) - Kejaksaan Agung tetap melanjutkan penyidikan kasus dugaan
korupsi pada proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia, karena
putusan praperadilan tidak terkait dalam kompetensi lingkup perkara.
"Praperadilan tidak memiliki kompetensi untuk menguji materi
perkara," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia
Untung Ari Muladi di Jakarta, Selasa malam.
Ia menjelaskan praperadilan hanya berwenang mengenai sah atau
tidaknya penangkapan dan penahanan serta dokumen terkait hal tersebut.
Sebelumnya, sebagian gugatan praperadilan empat karyawan PT. CPI
terkait pembebasan penahanan dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan.
Hakim tunggal menilai termohon yakni Kejaksaan Agung tidak mampu
menunjukan alat bukti yang memenuhi pasal 21 ayat (1) KUHAP sehingga
penahanan terhadap empat tersangka tidak sah.
"Menyatakan tidak sah menurut hukum penahanan beserta perpanjangan
penahananan terhadap pemohon oleh termohon," kata Hakim tunggal M.
Samiadji.
Pada kesempatan terpisah, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi
Nirwanto mengatakan Kejaksaan akan menunggu salinan putusan praperadilan
mengenai tidak sahnya penahanan empat tersangka untuk selanjutnya
ditinjau kembali.
"Ya kita hormati putusan pengadilan, tapi sampai sekarang kita
masih tunggu salinan putusannya," kata Andhi kepada ANTARA, Selasa
malam.
Keempat tersangka yang dikabulkan permohonan pembebasannya adalah Widodo, Bachtiar Abdul Fatah, Kukuh dan Endah.
Mereka ditetapkan tersangka oleh penyidik dan ditahan sejak 26
September 2012. Kukuh, Bachtiar dan Widodo ditahan di Rutan Salemba
Cabang Kejaksaan Agung. Sedangkan, Endah ditahan di Rutan Pondok Bambu.
Kejagung
menyebutkan kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi terjadi di wilayah
Sumatra, dengan kerugian negara dari hasil audit BPKP senilai 9,9 juta
dolar AS atau sekitar Rp100 miliar.
Sedangkan proyek bioremediasi
yang berlangsung mulai 2003 sampai 2011 itu, menggunakan anggaran
sekitar Rp2,43 triliun. (I029/M008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar