VIVAnews - Sejumlah
lembaga antikorupsi dunia sepakat untuk memperkuat kerjasama dan
dukungan saling belajar dari pengalaman sesama lembaga antikorupsi dalam
memberantas praktik kejahatan korupsi yang semakin hari terus
berkembang.
Oleh sebab itu, KPK bersama United Nations Development Program (UNDP) menyelenggarakan konferensi internasional bertajuk 'Principal for Anticorruption Agencies' di Jakarta, Senin, 26 November 2012.
Ketua KPK Abraham Samad yang membuka acara ini mengatakan salah satu isu utama yang akan dibahas adalah eksistensi, independensi, dan efiktivitas lembaga antikorupsi dunia. Menurutnya, masing-masing lembaga ini memiliki fokus yang berbeda-beda dalam strategi pemberantasan korupsi.
"Namun apapun fungsi dan mandat yang diemban sebuah lembaga antikorupsi, prasyarat yang diperlukan adalah independensi dan legislasi yang kuat," kata Abraham Samad saat membuka konferensi internasional menyambut hari antikorupsi dunia di Hotel JW Marriot, Jakarta.
Abraham menjelaskan, dalam forum internasional ini lembaga antikorupsi Singapura dan Hongkong dianggap telah menjadi model dan rujukan bagi puluhan lembaga antikorupsi dunia. Terlebih bagi negara-negara yang masih menjadikan korupsi sebagai musuh utama. Model dan strategi keduanya dicontoh untuk dijalankan.
Lebih lanjut dia mengatakan kesuksesan suatu negara dalam memberantas korupsi tergantung keseriusan pemerintah dalam mendukung lembaga antikorupsi itu. Keseriusan itu tambahnya dapat ditunjukkan lewat perumusan dan pengesahan undang-undang atau legislasi, alokasi anggaran yang cukup, independen dan tidak ada intervensi maupun tekanan politik.
"Kegagalan banyak disebabkan oleh tiadanya political will yang cukup. Tekanan dan intervensi membuat lembaga antikorupsi tidak bekerja secara maksimal seperti di Nigeria, Mongolia dan Afganistan," ujar Abraham.
Di tempat yang sama, Ketua DPR RI Marzuki Alie dalam sambutannya mengatakan di balik kesuksesan lembaga-lembaga antikorupsi dalam memberantas korupsi ada semangat semua elemen negara baik legislatif, ekseskutif, yudikatif dan masyarakat untuk sama-sama memberantas korupsi.
Situasi yang berbeda diakui Marzuki terjadi di Indonesia dan 130 negara lainnya. Dia menilai pemberantasan korupsi di Indonesia belum sesuai dengan harapan publik. "Karena belum mampu mengusut mereka yang memiliki posisi politik yang kuat. Bahkan sering dapat serangan balik dari lembaga tersebut. Di beberapa negara bahkan ada lembaga antikorupsinya dibuang," kata Marzuki.
"Jadi kesimpulannya lembaga antikorupsi tidak bisa sendirian dalam menjalankan tugas, selain harus mampu mendefinisikan keberadaan dan independensi, lembaga ini harus dibantu untuk bisa menyelesaikan masalah korupsi di negaranya," ujar Marzuki. (umi)
Oleh sebab itu, KPK bersama United Nations Development Program (UNDP) menyelenggarakan konferensi internasional bertajuk 'Principal for Anticorruption Agencies' di Jakarta, Senin, 26 November 2012.
Ketua KPK Abraham Samad yang membuka acara ini mengatakan salah satu isu utama yang akan dibahas adalah eksistensi, independensi, dan efiktivitas lembaga antikorupsi dunia. Menurutnya, masing-masing lembaga ini memiliki fokus yang berbeda-beda dalam strategi pemberantasan korupsi.
"Namun apapun fungsi dan mandat yang diemban sebuah lembaga antikorupsi, prasyarat yang diperlukan adalah independensi dan legislasi yang kuat," kata Abraham Samad saat membuka konferensi internasional menyambut hari antikorupsi dunia di Hotel JW Marriot, Jakarta.
Abraham menjelaskan, dalam forum internasional ini lembaga antikorupsi Singapura dan Hongkong dianggap telah menjadi model dan rujukan bagi puluhan lembaga antikorupsi dunia. Terlebih bagi negara-negara yang masih menjadikan korupsi sebagai musuh utama. Model dan strategi keduanya dicontoh untuk dijalankan.
Lebih lanjut dia mengatakan kesuksesan suatu negara dalam memberantas korupsi tergantung keseriusan pemerintah dalam mendukung lembaga antikorupsi itu. Keseriusan itu tambahnya dapat ditunjukkan lewat perumusan dan pengesahan undang-undang atau legislasi, alokasi anggaran yang cukup, independen dan tidak ada intervensi maupun tekanan politik.
"Kegagalan banyak disebabkan oleh tiadanya political will yang cukup. Tekanan dan intervensi membuat lembaga antikorupsi tidak bekerja secara maksimal seperti di Nigeria, Mongolia dan Afganistan," ujar Abraham.
Di tempat yang sama, Ketua DPR RI Marzuki Alie dalam sambutannya mengatakan di balik kesuksesan lembaga-lembaga antikorupsi dalam memberantas korupsi ada semangat semua elemen negara baik legislatif, ekseskutif, yudikatif dan masyarakat untuk sama-sama memberantas korupsi.
Situasi yang berbeda diakui Marzuki terjadi di Indonesia dan 130 negara lainnya. Dia menilai pemberantasan korupsi di Indonesia belum sesuai dengan harapan publik. "Karena belum mampu mengusut mereka yang memiliki posisi politik yang kuat. Bahkan sering dapat serangan balik dari lembaga tersebut. Di beberapa negara bahkan ada lembaga antikorupsinya dibuang," kata Marzuki.
"Jadi kesimpulannya lembaga antikorupsi tidak bisa sendirian dalam menjalankan tugas, selain harus mampu mendefinisikan keberadaan dan independensi, lembaga ini harus dibantu untuk bisa menyelesaikan masalah korupsi di negaranya," ujar Marzuki. (umi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar