RMOL. Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak
(BBM) bersubsidi terus mendapat penolakan. Aktivis menilai, program
Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu
Keluarga Sejahtera (KKS) tanpa dasar Undang Undang (UU). Program
tersebut dinilai sebagai barter pencabutan subsidi BBM.
Ketua
Bidang Kesra Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Suoriyono mengatakan,
program KIP, KIS dan KKS yang dikeluarkan pemerintah, berpotensi
menimbulkan penyelewengan anggaran. Selain itu, ketiga kartu itu
harusnya masuk dalam ranah Jaminan Sosial Nasional sebagai turunan
aplikasi UU No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Nasional.
Untuk
itu, harus ada peraturan atau undang undang yang mengatur program
KIS, KIP dan KKS karena dana yang digunakan diambil dari APBN.
Sehingga perlu ada peraturan yang mendasarinya,” katanya.
Dia
menduga, dana yang dikeluarkan untuk program KIS, KIP dan KKS bukan
dana dari pemerintah. Mungkin saja dana dari sponsor atau dana talangan
dari Kementerian Sosial. Jika ini terjadi, maka pemerintahan
Jokowi-JK sudah melanggar asas menjalankan pemerintahan dengan baik
dan benar, serta pelanggaran etika dalam menjalankan konstitusi
negara,” tudingnya.
Karena rawannya penyelewengan dalam program
tersebut, Suoriyono meminta lembaga hukum seperti Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pengawasan
dan audit keuangan yang digunakan KIS, KIP dan KKS.
KPK dan BPK
bisa menanyakan kepada pemerintah tentang dana yang digunakan untuk
pembagian KIS, KIP dan KKS. Sebab, untuk program itu tidak dianggarkan
dalam APBN 2015,” jelasnya.
Menurutnya, KPK juga harus memeriksa
dana tersebut karena pembagian KIS, KIP serta KKS dengan dana yang tidak
sesuai APBN 2014 dan ini bisa disebut bentuk ‘suap’ Jokowi kepada
masyarakat untuk menaikan harga BBM.
Selain itu, DPR juga diminta
untuk memanggil Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan
Maharani, Mensos Khofifah Indar Parawangsa dan Menkes Nila Moeloek
untuk dimintai keterangannya, terkait dasar peraturan program
tersebut.
Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran
(Fitra) Yenny Sucipto melihat, pemerintah sering mengabaikan dampak
kenaikan harga BBM subsidi terhadap kenaikan anggaran belanja
pegawai. Dia menekankan, persoalan sekarang bukan sebatas setuju
atau tidak setuju karena kenaikan BBM pasti terjadi sebagaimana
ditetapkan dalam APBN Perubahan tahun 2014.
Yang kita kritik sekarang adalah kenaikan harga BBM ini tidak diantisipasi dengan kenaikan belanja pegawai,” ujarnya.
Yenny
menuturkan, sejak tahun 2001 sampai 2014, sudah terjadi beberapa kali
kenaikan harga BBM. Namun, hal itu selalu berimplikasi pada kenaikan
anggaran belanja pegawai hingga 63 persen per tahun. Kondisi ini
mengakibatkan berkurangnya anggaran belanja modal.
Kita
berharap pemerintahan Jokowi-JK mengkaji ulang kenaikan harga BBM dan
didorong agar dibahas lagi dalam APBNP 2015. Karena saat harga minyak
mentah jatuh seperti saat ini, seharusnya ada kalkulasi dulu terkait
harga BBM,” sarannya.
Politisi PDIP Rieke Diah Pitaloka
mengkritik solusi pemerintah berencana membarter pencabutan subsidi
BBM dengan program KIS, KIP dan KKS. Menurutnya, pemerintah harus
tetap di bawah kehendak rakyat dan konstitusi untuk melayani dan
menjamin kesejahteraan rakyat.
Dia juga menolak rencana
pemerintah untuk mengurangi subsidi BBM. Dia bilang, pencabutan
subsidi BBM akan menimbulkan efek domino kepada rakyat kecil. Seperti
kenaikan harga kebutuhan pokok yang akan meresahkan rakyat kecil.
Pencabutan
subsidi BBM akibatnya harga jual BBM ke rakyat juga naik. Efek domino
kenaikan kebutuhan pokok dan lainya harus dihitung,” katanya.
Dia
juga mendesak pemerintah agar memberikan jaminan kepada masyarakat
bahwa kenaikan harga BBM tak akan berimbas pada kenaikan harga
kebutuhan pokok. Silakan cabut subsidi BBM asal ada jaminan harga
kebutuhan pokok tidak naik. Kalau tidak ada, jangan cabut subsidi,”
tegasnya.
Sementara itu, Presiden Jokowi mengatakan, kenaikan
harga BBM bersubsidi belum diputuskan. Namun, pihaknya melihat
anggaran subsidi BBM terlalu besar.
Selama lima tahun, subsidi
BBM Rp 714,5 triliun, kita bakar, hilang. Untuk kesehatan hanya Rp
202,6 triliun,” kata Jokowi saat membuka rapat koordinasi nasional
(rakornas) Kabinet Kerja di Istana Negara, Jakarta, kemarin. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar