BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 03 Februari 2015

Ini Cara Kerja Sindikat Pembobol Dana Bank Rp 75 Miliar

 Jpnn
JAKARTA - Polisi menahan empat tersangka pembobolan dana Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Jalan Gatot Subroto, Jakarta, sebesar Rp 75 miliar.  
Dua di antaranya adalah orang dalam bank itu. Yakni, Aulia, 42, marketing manager BSM Cabang Gatot Subroto; dan Febi, 38, trade specialist officer Kantor Pusat BSM.
Namun, berdasar penyidikan polisi, otak pembobolan BSM tersebut adalah Ivan, 42, seorang pialang (trader).
Selain Aulia dan Febi, warga Casa Jardin, Daan Mogot, Jakarta Barat, itu dibantu seorang mediator bernama Rudi, 37. Nah, uang hasil tindak kejahatan tersebut dipakai untuk foya-foya serta membeli sejumlah mobil mewah dan rumah.
Menurut Kasubdit Fismondev Ditreskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Arie Ardian, kasus itu bermula saat Ivan dibantu Aulia, Febi, dan Rudi menawarkan kerja sama ke PT Pos Properti Indonesia (PPI) pada Juli tahun lalu.
Mereka menawarkan jasa investasi dengan bunga di atas rata-rata bunga bank. ”Yakni, sebesar 11 persen,” ujar dia di Mapolda Metro Jaya Senin (2/2).
Tawaran kerja sama itu bersambut. PPI memberikan kucuran dana Rp 75 miliar berupa cek BNI. Selanjutnya, melalui Aulia, cek tersebut dipindahkan ke rekening tabungan Rudi di BSM. Kemudian, Rudi mengalihkan dana itu ke deposito atas nama PPI sebesar Rp 50 miliar. Nah, sisa uang Rp 25 miliar ternyata dibagi-bagi para pelaku melalui transfer.
Kejahatan tersebut terungkap setelah PPI komplain ke Ivan. Sebab, uang dalam deposito berkurang hingga tinggal Rp 50 miliar. Namun, pelaku terbilang cerdik. Untuk menutup kekurangan Rp 25 miliar itu, dia menjalin lobi atau kerja sama tipu-tipu dengan perusahaan lain.
Akhirnya, Ivan yang memang berpenampilan perlente menggaet PT Hayashi, perusahaan bidang properti asal Bali.
Ivan pun berkomplot dengan Yosikana, Dirut PT Hayashi. Keduanya seolah-olah memiliki proyek besar berupa pembangunan 50 unit vila di Jimbaran, Bali. Ivan lalu mengajukan kredit ke BSM dengan jaminan deposito uang milik PPI sebesar Rp 50 miliar tersebut.
Karena sudah berkomplot dengan orang dalam BSM, tentu langka Ivan mulus. Akhirnya, keluar surat kredit berdokumen dalam negeri (SKBDN) Bank Syariah Mandiri sebesar Rp 50 miliar. ’’Proyek vila di Bali itu sebenarnya fiktif juga,” ungkap polisi dengan dua melati di pundak itu.
Nah, SKBDN itu kemudian dicairkan Yosikana. Namun, kredit Rp 50 miliar itu tidak diterima utuh. Ada potongan atau diskon 10 persen sehingga jumlah uang yang keluar tinggal Rp 45,6 miliar.
Uang tersebut lalu ditransfer ke rekening perantara antarkantor (RPAK). Dari Rp 45,6 miliar itu, sebesar Rp 25 miliar diambil Ivan untuk menutupi uang sisa yang dipertanyakan PPI. Sisanya kembali dibuat bancakan oleh para pelaku.
Namun, sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Begitu pula aksi pembobolan yang dilakukan Ivan cs. Pada 15 Oktober kedok Ivan terbongkar. Saat itu BSM menemukan keanehan pada deposito milik PPI yang harus dicairkan pada 17 Oktober 2014.
Petinggi BSM kaget lantaran merasa ditipu dengan mengeluarkan SKBDN sebesar Rp 50 miliar. Mereka akhirnya melaporkan kejadian itu ke Polda Metro Jaya. ”Kami menemukan bukti, bilyet deposito Rp 50 miliar untuk syarat SKBDN ternyata palsu,” tandas Arie.
Polisi lantas bergerak cepat. Secara bertahap, mulai 22 Desember 2014 hingga 19 Januari 2015, keempat pelaku bisa diciduk dari tempat tinggalnya masing-masing. Selain itu, polisi menyita sejumlah barang yang diduga dibeli pakai uang hasil kejahatan tersebut. Di antaranya, beberapa unit mobil mewah.
Kini keempat pelaku mendekam di sel tahanan Mapolda Metro Jaya. Mereka terancam lama hidup di balik jeruji besi. Sebab, para tersangka dijerat pasal berlapis. Antara lain, pasal 63 UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pasal 3,4,5 UU Nomor 08 Tahun 2010 tentang TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), dan pasal 263,266,372 serta 378 KUHP. ”Masing-masing hukuman selama 7–20 tahun penjara,” jelas Arie.
Meski berhasil membekuk empat pelaku, tugas polisi belum tuntas. Sebab, ada beberapa pelaku lain yang masih diburu. Yakni, Yosikana. Menurut Arie, aparat juga berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri rekening dan aliran dana mereka. ”Kami terus kembangkan untuk mencari tersangka baru,” ungkapnya. (all/co1/hud)

Tidak ada komentar: