SAMOSIR - Fransiskus
Subihardayan, penumpang helikopter EC 130 yang ditemukan selamat di
perairan Danau Toba, hingga kemarin masih dirawat di RSUD dr Hadrianus
Sinaga Pangururan Samosir. Namun, kondisinya sudah membaik.
Dengan suara yang terbata-bata, bahkan
sesekali harus berhenti bicara karena harus mengambil tenaga, disertai
linangan air mata, Frans menceritakan betapa mencekamnya peristiwa yang
dialaminya itu.
Ditemui di RSUD, Frans menceritakan,
hari Sabtu (10/10) dirinya sudah berada di Siparmahan, Sihotang,
Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. Kemudian Minggu (11/10) sekira
10.16 WIB, heli take off dari Bandara Kuala Namu dengan membawa 7 orang,
terdiri dari 1 pilot, 1 teknisi, dan 5 orang penumpang dari keluarga
Marihad Simbolon.
Sebelumnya Minggu (11/10) sekitar pukul
07.16 WIB, diinformasikan bahwa helikopter akan delay karena saat itu
visibility (jarak pandang) sekitar 100 meter di pulau Samosir.Setelah
kondisi cuaca membaik maka helikopter landing di Siparmahan dengan baik.
Selanjutnya direncanakan untuk shut down atau mematikan mesin sekitar
20 menit.
Sekitar pukul 10.40 WIB, helikopter take
off dari Siparmahan dengan membawa 5 orang yang terdiri dari 1 pilot, 1
engineer dan 3 orang penumpang termasuk saya (Frans). "Sehingga ada 5
orang di dalam heli," ungkap pria yang tangannya sempat memutih karena
berada di perairan selama 52 jam itu.
Frans melanjutkan ceritanya. Saat teke
off dari Siparmaan, heli melaju ke arah utara atau mengarah ke Kuala
Namu. "Tetapi karena landingnya hanya 200 meter sehingga diputuskan
putar balik ke arah kanan atau mengarah ke ujung pulau Samosir. Heli
mengarah ke kanan terus dan merencanakan sampai di Silangit. Kapten
bilang akan tambah ketinggian di Silangit saja karena Silangit itu
daerah tertinggi di Samosir," ungkapnya.
Masih kata Frans, setelah helikopter
berbalik arah ke Silangit terkendala dengan asap. Jadi kapten bermaksud
memecah awan terlebih dahulu dengan menggunakan ekor baling-baling
helikopter. Heli diputar ke kanan dan ke kiri agar titik tertinggi di
Samasir itu kelihatan.
"Saat beberapa berbelok ke kiri dan ke
kanan, kapten tidak menyadari kalau heli berputar terlalu tajam hingga
akhirnya turun dan tidak dapat lagi mengangkat ke atas. Hal ini ditambah
dengan posisi heli yang sedang berbalik arah," ungkapnya.
Dengan kondisi mata yang masih memerah
dan suara yang terbata-bata, Frans mengatakan, Minggu (11/10) sekitar
pukul 11.25 WIB, dirinya bersama empat rekannya keluar dari helikopter
karena engineer sudah membuka seluruh pintu darurat.
"Semua melompat dari heli, tetapi saya
masih tetap di helikopter untuk mencari alat penyelamat badan tetapi
saya tidak menemukannya. Karena heli sudah semakin tenggelam dan air
mulai memasuki badan heli maka saya putuskan juga keluar dari heli,"
ungkapnya.
Cerita Frans tiba-tiba terputus seolah
akan mencoba mengingat kejadian yang dialaminya tersebut. Hingga
sekitar 20 menit keluar dari heli Frans dan empat rekannya masih
teriak-teriak meminta tolong.
"Dari kejauhan kami melihat ada sebuah
benda yang mirip dengan kepal. Kami berenang menuju benda tersebut namun
setelah mendekat benda itu ternyata hanya tumpukan eceng gondok,"
tambahnya.
Dengan mata berlinang dan sebentar
berhenti dari ceritanya, Frans kemudian mengatakan, setelah melihat jam
tangannya, sekitar pukul 18.30WIB, dirinya tidak lagi melihat Capt.
Teguh Mulyatno (pilot) dan Hari Poerwantono (teknisi).
"Pukul setengah enam saya tidak melihat
lagi pilot dan engineer. Tidak berselang lama, teman saya Nurhayanto
juga tidak kelihatan," jelasnya dengan suara yang semakin kecil.
Hingga minggu malam, Frans masih
bersama dengan Nurhayanto dan Giyanto. Tetapi kemudian Nurhayanto juga
tidak tampak lagi. Sehingga minggu malam, dirinya (Frans) bersama
Giyanto yang tertinggal.
"Tidak ada pelampung yang kami gunakan.
Eceng gondok itu kami buat ke dalam baju karena malam hari air semakin
tinggi. Kami tetap mengusahakan agar posisi kepala selalu lebih tinggi
dari air. Besok paginya, Senin (12/10), Gyanto juga tidak tampak lagi,"
ungkapnya dengan mata berlinang.
Setelah tinggal seorang sendiri, Frans
kemudian berpikir apakah lebih baik berjalan ke arah timur. Tetapi
karena mengingat di peta itu masih terlalu jauh sehingga berinisiatif
bergerak ke arah selatan. "Oh bukan ke arah selatan tetapi ke arah
barat," jelasnya mempertegas ingatannya.
Setelah keluar dari helikopter, Frans
melepas sepatu, celana, baju dan kaos. "Saat itu saya hanya menggunakan
celana dalam dan singlet. Namun ketika saya ditemukan, saya ditemukan
tanpa busana sama sekali. Dan saya bersyukur akhirnya dapat selamat,"
jelasnya dengan suara lelah sembari mengakhiri ceritanya. (rah/sam/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar