Harian Rakyat Merdeka
RMOL. Kepala Subdit II Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim
Komisaris Besar Djoko Purwanto menerangkan, tersangka ditahan karena
selama ini tidak kooperatif. "Dia sudah berkali-kali mangkir dari
panggilan penyidik," sebutnya.
Budiantoro pun dijemput paksa
saat berada kediamanannya di Cipinang Muara, Jakarta Timur, Selasa
siang. Penangkapan ini untuk keperluan pemeriksaan sebagai tersangka.
"Dia langsung kami bawa ke Bareskrim," katanya.
Sebelum
memutuskan melakukan penahanan, penyidik terlebih dulu memeriksa
Budiantoro selama 2,5 jam. Tersangka lalu disodori surat berita acara
penahanan untuk ditandatangani. "Sore itu juga tersangka kami tahan di
Rutan Bareskrim," kata Djoko.
Pagi hari sebelum Budiantoro
ditangkap, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan
praperadilan yang diajukannya. Budiantoro menggugat penyidikan yang
dilakukan Bareskrim Polri terhadap dirinya. Ia tak menghadiri putusan
praperadilan ini, tapi mengutus kuasa hukumnya.
Menurut Djoko,
penangkapan dan penahanan Budiantoro untuk mempercepat penyidikan kasus
ini. "Kita ingin berkas perkaranya cepat rampung dan dilimpahkan,"
alasannya.
Budiantoro telah ditetapkan sebagai tersangka sejak
30 April 2015. Kasus ini terkait kewajiban PT Innovare Gas untuk
membayar bonus tanda tangan (signature bonus) kepada pemerintah sebesar US$1 juta atau setara Rp 14 miliar.
Innovare
adalah pemenang lelang tahap I wilayah kerja migas East Bontang,
Kalimantan Timur. Pengumuman pemenang disampaikan pada Desember 2013.
Ditunjuk sebagai rekanan pemerintah, Innovare diwajibkan membayar
signature bonus sekaligus sebagai jaminan.
Pada 26 Februari 2014,
Innovare meneken kontrak dengan SKK Migas. "(Pembayaran jaminan) batas
waktunya 30 hari kerja atau satu bulan sejak kontrak)," jelas Djoko.
Atau, jatuh temponya 26 Maret 2014. Namun hingga batas waktu itu
terlewati, Innovare tak juga menyerahkan jaminan.
Budiantoro
dituding melanggar ketentuan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Untuk
mengumpulkan bukti-bukti, penyidik Bareskrim lalu menggeledah kantor
SKK Migas, Juni lalu. Hasilnya, penyidik mendapati bukti dugaan
penyalahgunaan wewenang dalam penetapan Innovare sebagai pemenang
tender.
Dicurigai, proses tender tidak sesuai prosedur. Tim
panitia diduga tidak memeriksa dokumen penawaran yang disodorkan
peserta lelang.
Menurut Djoko, pihak masih mendalami temuan ini.
Saat ini penyidik masih fokus menyelesaikan berkas perkara Budiantoro.
"Dia juga diduga terlibat penyalahgunaan wewenang ini," ucapnya.
Djoko
mengatakan sudah ada pejabat SKK Migas yang diperiksa dalam kasus ini.
"Setiap hari ada saksi-saksi yang kita periksa. Bisa jadi tersangka
kasus ini bertambah," katanya.
Direktur Tipikor Bareskrim Polri,
Brigadir Jenderal Ahmad Wiyagus membenarkan keterangan anak buahnya
mengenai temuan baru itu. "Proses tendernya tidak sesuai aturan,"
sebutnya.
Wiyagus mengungkapkan pihaknya telah meminta
keterangan dua saksi yakni Aussie B Gautama yang menjabat Deputi
Pengendali Perencana SKK Migas; dan Agah Milan Moroliant, pejabat di
Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Sejauh
ini, penyidik belum mendapat angka kerugian negara dari praktik
kongkalikong tender wilayah migas ini. Masih dihitung Badan Pemeriksa
Keuangan," katanya. Setelah hitung-hitungannya keluar, berkas segera
dilimpahkan ke penuntut umum. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar