Harian Rakyat Merdeka
RMOL. Pemerintahan Joko Widodo dan partai politik pendukung
pemerintahan dianggap tidak jujur mengelola dan menjelaskan kondisi
ekonomi Indonesia yang kian terpuruk. Masyarakat seolah dibodoh-bodohi
dengan sejumlah argumentasi silat lidah para pejabat pemerintahan dan
petinggi parpol pendukung pemerintahan.
Hal ini dikemukakan Ketua
Umum Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono, di Jakarta. "Kita
kasihan melihat kondisi ini. Di tengah morat-maritnya perekonomian
nasional,pemerintah dan partai politik pendukungnya malah meminta
masyarakat tidak perlu khawatir. Padahal, masyarakat menengah ke bawah
sangat merasakan dampak buruknya hari-hari ini," ujarnya.
Arief
menyayangkan, dalam keterpurukan perekonomian Indonesia, justru banyak
pejabat negara dan parpol malah seperti tidak memahami kondisi
masyarakat, bahkan terkesan menjilat penguasa.
Alhasil, dalam
sejumlah pernyataan yang disampaikan pun, tidak memiliki rasa sebagai
rakyat Indonesia. Sebaliknya, malah mencoba memberikan
pernyataan-pernyataan menipu masyarakat.
"Seperti orang mimpi di
siang bolong, mencoba mengelabui bahwa krisis ekonomi ini tidak
berpengaruh pada kehidupan rakyat kecil. Mungkinkah para pejabat dan
para pendukung itu sudah merasa bukan bagian wong cilik lagi? Jangan
buta dan tuli karena sedang berkuasa lah. Meski krisis ekonomi ini tidak
sama dengan krisis 1998, yang pasti kita sedang dilanda krisis
ekonomi," paparnya.
Saat ini, lanjut Arief, dampak krisis ekonomi
malah lebih parah dari yang terjadi pada 1998. Semua pihak terkena
imbasnya, mulai dari pengusaha konglomerat, hingga masyarakat kecil.
Bahkan
bagi para konglomerat, sudah kian banyak perusahaannya yang mengalami
default untuk membayar hutang-hutangnya di luar dan dalam negeri.
Sedangkan bagi masyarakat menengah, penghasilannya sudah tidak dapat
disisihkan sebagai tabungan. Kalangan ekonomi menengah pun kini sudah
banyak yang menunggak pembayaran kartu kredit dan kredit konsumen
lainya, seperti pembayaran cicilan mobil dan rumah atau apartemen
mewah.
"Sedangkan untuk masyaakat kecil yang bekerja di sektor
formal, sudah 470.000 pekerja yang di-PHK (pemutusan hubungan kerja)
dan dirumahkan," ujar Arief. Masyarakat kecil yang berwiraswasta atau
bekerja di sektor informal pun sudah banyak yang menutup usahanya.
Karena
itu, kepedulian para pejabat pemerintahan dan petinggi parpol
pendukung pemerintah, disebutnya sudah tidak peduli lagi terhadap
keterpurukan ekonomi masyarakat menengah dan kecil.
"Jujur saja,
jangan bohongi rakyat, jangan hanya mainkan isu. Dolar sudah makin
perkasa terhadap Rupiah. Ekspor komoditi makin nyungsep. Impor bahan
pangan makin gila-gilaan, impor bahan baku industri malah menurun, kok
dibilang tidak pengaruh? Bohong besar kalau daya beli masyarakat kecil
masih kuat," ujar Arief.
Sebelumnya, Ketua Fraksi PDI Perjuangan
(PDI P) Olly Dondokambey meminta masyarakat tidak perlu khawatir soal
pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika. Sebab diyakini, masyarakat
Indonesia masih mampu, karena daya beli yang tak terpengaruh oleh
krisis. "Rakyat tidak terganggu dengan nilai dolar, masih mampu membeli.
Perekonomian tetap berjalan," katanya, Selasa (29/9).
Bendahara
Umum PDIP ini mengatakan, daya beli masyarakat malah masih cukup tinggi.
"Hal itu (krisis) hanya berpengaruh pada para pengusaha," ujar kader
partai moncong putih yang hendak bertanding memperebutkan Gubernur
Sulawesi Utara ini.
Pemerintah, kata Olly, memiliki ruang yang
besar untuk meningkatkan alokasi belanja modal, penyertaan modal BUMN,
dan stimulasi beberapa progam unggulan terkait Nawacita. "Pemerintah
menaikkan target penerimaan pajak cukup tinggi, sehingga mendobrak
kemandegan penerimaan pajak yang statis sepanjang 10 tahun terakhir,"
ujarnya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar