Pewarta: Nancy Lynda Tigauw
Manado (ANTARA News) - Pengamat Ekonomi Universitas Sam Ratulangi
(Unsrat) Manado Provinsi Sulawesi Utara Agus Tony Poputra, menyatakan
bahwa penguatan rupiah pada awal minggu ini merupakan berita baik namun
masih rentan.
"Ini disebabkan penguatan tersebut berasal dari faktor-faktor yang
berefek sementara terhadap penguatan rupiah," kata Agus di Manado,
Kamis.
Dia mengatakan faktor pertama, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat
belum sesuai dengan harapan. Dampak kondisi ini sangat sementara
terhadap penguatan rupiah sebab bila ekonomi Amerika Serikat kemudian
tumbuh sesuai harapan maka rupiah bisa saja tertekan kembali.
Faktor kedua, katanya, sentimen positif pasar terhadap rencana
Paket Kebijakan Ekonomi Jilid III. Bergulirnya tiga paket kebijakan
berturut-turut baik untuk menguatkan rupiah dan telah terbukti.
Namun, katanya, bilamana pemerintah terlalu jor-joran dalam merilis
paket kebijakan ekonomi untuk mengendalikan rupiah maka ke depan
Indonesia akan kehabisan peluru bila menghadapi situasi serupa dan dapat
memberikan efek terbalik jika paket-paket tersebut tidak jalan.
Selain itu, katanya, apabila paket-paket kebijakan ekonomi yang
dikeluarkan lebih banyak dimanfaatkan oleh asing maka dalam jangka
panjang perekonomian Indonesia semakin terjajah hingga semakin mereduksi
kemandirian ekonomi bangsa.
Faktor ketiga, intervensi Bank Indonesia di pasar spot valas.
Intervensi ini cenderung merupakan tindakan reaktif, bukannya preventif.
"Ini membuat Bank Indonesia terpaksa mengeluarkan cadangan devisa
ekstra untuk menahan laju pelemahan rupiah bila pasar valas bergejolak.
Akibatnya cadangan devisa Bank Indonesia dapat tergerus lebih jauh,"
jelasnya.
Pada dasarnya pengendalian rupiah yang efektif adalah kebijakan
preventif, baik pada sisi penawaran dan permintaan di pasar valas. Saat
ini, Indonesia mengalami penurunan penawaran valas terutama US dollar
sebagai akibat penurunan ekspor dan semakin banyak dana hasil ekspor
yang ditahan di luar negeri. Di sisi permintaan, tekanan pembelian US
dollar masih besar, baik untuk transaksi impor, pembayaran utang luar
negeri, maupun spekulasi.
Kebijakan Kementerian Keuangan untuk memberikan diskon Pajak
Penghasilan atas Deposito hasil ekspor dapat dikatakan sebagai tindakan
preventif di sisi penawaran. Lewat kebijakan ini diharapkan semakin
banyak hasil ekspor yang balik ke Indonesia untuk menambah penawaran
valas.
Namun demikian, katanya, efektivitas kebijakan ini perlu dievaluasi
dalam satu hingga tiga bulan ke depan dimana apakah terjadi peningkatan
signifikan deposito dari hasil ekspor pada perbankan nasional.
Di sisi permintaan, BI telah melakukan kebijakan untuk menekan
permintaan dolar AS lewat kebijakan transaksi dalam rupiah serta
menurunkan batas maksimum pembelian dolar. Namun kedua kebijakan
tersebut ternyata belum efektif dimana setelah beberapa waktu
ditetapkan, rupiah tetap melemah. Penyebab utamanya adalah pengawasan
dan pemberian sanksi bagi pelanggar yang belum optimal serta baru
menyentuh transaksi-transaksi kecil.
Untuk mendapat hasil yang lebih besar dalam menekan permintaan
dolar adalah mencegah BUMN membeli dolar di pasar valas dalam rangka
pembayaran utang dan transaksi impor. Di sini Bank Indonesia perlu
menerima hedging atas utang dan transaksi impor BUMN dengan kurs lebih
rendah dari kurs pasar.
Misalnya untuk forward pembelian dolar satu bulan diberikan kurs
Rp13.800 per dolar. Kebijakan ini dapat juga menjadi "sinyal" bagi
pasar bahwa target kurs Bank Indonesia untuk satu bulan ke depan sebesar
angka tersebut sehingga mendorong para spekulan menjual dolar AS
mereka.
"Untuk mencegah penyalahgunaan kebijakan hedging tersebut oleh BUMN
untuk tujuan spekulasi, maka hedging tersebut perlu didukung dengan
bukti-bukti utang yang akan jatuh tempo maupun transaksi impor yang akan
dilakukan," jelasnya.
Selain itu, kebijakan ini perlu memasukan sanksi bagi BUMN yang
membeli US Dollar di pasar valas untuk maksud yang sama. Dengan
kebijakan ini maka potensi penguatan Rupiah terhadap US dollar semakin
besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar