Aditya Fajar Indrawan - detikNews
Jakarta - Sekjen Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dicegah ke luar
negeri oleh KPK guna kepentingan penyidikan. Nurhadi diduga kuat terkait
dengan Edy Nasution, panitera PN Jakpus yang menerima sejumlah uang
dari pengusaha properti.
"Oleh karena itu, maka Koalisi Pemantau
Peradilan mendorong MA untuk menonaktifkan dari jabatannya pihak-pihak
yang diduga memiliki keterlibatan pada kasus ini," kata juru bicara
Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) dalam siaran pers yang diterima
wartawan, Jumat (22/4/2016).
Koalisi ini terdiri dari gabungan
pegiat antikorupsi yaitu Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesian
Legal Roundtable (ILR), LBH Jakarta, YLBHI, Indonesian Center for
Environtment Law (ICEL), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR),
Lembaga Independensi Peradilan (LeIP), LBH Masyarakat , Masyarakat
Pemantau Peradilan (MaPPi FH UI) dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan
(PSHK).
"Kami mendorong KPK dan MA untuk bekerjasama dalam
mengusut tuntas praktik mafia peradilan guna mendukung peradilan yang
agung, bersih, dan berintegritas," ujar Miko.
Menurut mereka,
ditangkapnya Edy dan dicegahnya Nurhadi menambah daftar panjang
keterlibatan birokrat pengadilan dalam mengatur sejumlah putusan lembaga
peradilan. Sebelumnya, KPK juga telah menangkap tangan panitera PTUN
Medan dan Kasubdit MA, Andri Tristanto Sutrisno.
"Artinya, birokrasi di MA menjadi salah satu persoalan akut yang harus dipecahkan oleh lembaga peradilan," cetus Miko.
Menurut
KPP, cara pandang pengambil kebijakan selama ini yang mendomestifikasi
permasalahan peradilan di Indonesia hanya tertuju kepada hakim semata,
ternyata tidak tepat. Dari sejumlah kasus operasi tangkap tangan yang
dilakukan oleh KPK, dapat disimpulkan bahwa birokrasi peradilan ternyata
juga salah satu mata rantai dari kusutnya lembaga yudikatif.
"KPP
sebagai komponen masyarakat sipil yang selama ini aktif memantau dan
menyorot persoalan peradilan mendukung langkah KPK dalam menindak
pihak-pihak yang memiliki keterlibatan dalam pusaran mafia hukum
terutama di institusi peradilan. KPP sekaligus mendesak KPK untuk segera
menetapkan semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini sebagai
tersangka agar gambaran besar mafia peradilan dapat terlihat secara
utuh," papar Miko.
Selain itu, deretan kasus ini membuktikan
bahwa reformasi peradilan belum sepenuhnya tuntas. Reformasi peradilan
sesungguhnya adalah ikhtiar yang terus berkelanjutan dan tidak boleh
selesai. Dengan adanya beberapa kasus terakhir, KPP juga mendesak agar
langkah reformasi peradilan yang lebih tuntas dan sungguh-sungguh dapat
dijalankan secara serius.
"Kami mendorong KPK untuk serius membongkar jaringan mafia peradilan di institusi Mahkamah Agung," pungkas Miko.
(asp/tor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar