Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Anwar Usman kembali disumpah menjadi hakim konstitusi
untuk periode kedua dari unsur Mahkamah Agung (MA) tanpa proses seleksi
ulang. Nasib Anwar berbeda dengan nasih Ahmad Fadlil Sumadi yang dikocok
ulang oleh MA dan tidak lolos menjadi hakim konstitusi.
"Selalu
menarik untuk mencermati setiap peristiwa pengisian jabatan hakim
konstitusi yang diusulkan oleh Mahkamah Agung (MA)," kata ahli hukum
tata negara Dr Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Jumat (8/4/2016).
"Terdapat
kekeliruan dalam memahami dan mengimplementasikan ketentuan Pasal 24C
ayat (3) UUD 1945, di mana kekeliruan tersebut tetap terpelihara sampai
sekarang," sambung direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi
(Puskapsi) Universitas Jember tersebut.
Pasal 24C ayat (3) UUD 1945 berbunyi:
Mahkamah
konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang
ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh
Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang
oleh Presiden.
Merujuk pada makna asli (orgininal intent) pasal
tersebut maka dapat diketahui berdasarkan risalah pembahasan perubahan
UUD 1945 bahwa maksud para penyusun Pasal 24C ayat (3) UUD 1945 adalah
calon hakim konstitusi adalah warga negara yang memenuhi persyaratan
yang pengajuannya dilakukan melalui lembaga negara yang menunjukkan
perimbangan kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif.
"Dengan demikian meskipun diajukan oleh MA, DPR dan Presiden, bukanlah
berarti yang dapat menjadi hakim konstitusi hanyalah hakim pengadilan di
lingkungan MA yang diusulkan oleh MA untuk menjadi hakim konstitusi,
anggota DPR yang diusulkan oleh DPR untuk menjadi hakim konstitusi, atau
para pejabat di lingkungan kepresidenan yang diusulkan sebagai hakim
konstitusi, melainkan siapa pun warga negara sepanjang memenuhi
persyaratan yaitu memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela,
adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan serta
syarat lainnya yang ditentukan dalam UU tentang Mahkamah Konstitusi maka
dapat menjadi hakim konstitusi baik melalui jalur yang diusulkan oleh
DPR, MA atau pun Presiden," papar Bayu.
Oleh karena itu, menurut
Bayu, tindakan pimpinan MA yang menafsirkan secara sepihak bahwa maksud
"diajukan oleh Mahkamah Agung" adalah calon hakim konstitusi yang
diajukan oleh MA haruslah hakim pengadilan di lingkungan Mahkamah Agung
merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan maksud perumusan Pasal 24C
ayat (3) UUD 1945. Jika tafsir sepihak oleh Pimpinan MA ini terus
dipelihara dan tidak segera diubah maka dapat saja diikuti oleh lembaga
lainnya seperti DPR yaitu calon hakim konstitusi yang diajukan oleh DPR
nantinya adalah anggota DPR sendiri.
"Jika demikian adanya maka
maksud pendirian MK sebagai pengawal konstitusi tentu potensial tidak
akan tercapai mengingat cara pengisian hakim konstitusinya sendiri sejak
awal sudah tidak sesuai dengan maksud konstitusi," cetus Bayu.
Seharusnya
jika pimpinan MA memiliki sikap patuh pada ketentuan UUD 1945 sebagai
hukum dasar tertinggi maupun UU MK sebagai penjabaran UUD 1945 yang
menyatakan pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan
dan partisipatif, maka dalam proses rekrutmen calon hakim MK, pimpinan
MA mengikuti contoh baik yang dilakukan oleh DPR dan Presiden selama ini
dengan membentuk Panitia Seleksi dan membuka peluang bagi semua warga
negara yang memenuhi persyaratan untuk dapat diajukan sebagai calon
hakim konstitusi melalui MA.
"Tindakan MA yang terkesan tertutup
dan kurang demokratis dalam proses pengusulan hakim konstitusi adalah
tindakan yang tidak sesuai dengan maksud pendirian MK sebagai pengawal
demokrasi. Tentu sangat sulit berharap para hakim konstitusi dari MA
untuk dapat mandiri dalam bertindak sebagai hakim konstitusi utamanya
berkaitan dengan perkara yang berkaitan dengan kepentingan MA jika sejak
awal penunjukannya sebagai hakim konstitusi menjadi seperti kepanjangan
tangan dari MA akibat tidak terbukanya proses pengajuan sebagai hakim
konstitusi," beber Bayu.
Anwar diambil sumpahnya di Istana Negara
oleh Presiden Joko Widodo, Kamis (7/4) kemarin. Anwar menjadi hakim
konstitusi untuk periode 2016-2016. Terpilihnya Anwar yang berasal dari
unsur MA itu tidak dilakukan melalui mekanisme pansel MA layaknya
dilakukan pada periode sebelumnya. Hal itu berbeda dengan hakim
konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi yang dikocok ulang oleh MA pada 2014 dan
tidak lolos. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga membentuk pansel saat
memilih pengganti Hamdan Zoelva dan terpilih I Dewa Gede Palguna.
Untuk mengkonfirmasi hal di atas, detikcom telah berusaha menghubungi jubir MA hakim agung Suhadi tetapi HP-nya tidak aktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar