Pewarta: Desca Lidya Natalia
Jakarta (ANTARA News) - Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny
Tanuwidjaja mengakui menjadi perantara pertemuan antara Basuki Tjahaja
Purnama alias Ahok dan para pengembang reklamasi Teluk Jakarta.
"Intinya saya menerima informasi dari pengembang dan saya
menyampaikannya kepada Pak Gubernur dan eksekutif. Bukan cuma
pengembang, kan biasanya Pak Ahok bisa ketemu mereka sendiri, kadang
minta bantu saya jadwalkan," kata Sunny seusai diperiksa selama sekitar
delapan jam di gedung KPK, Jakarta, Rabu.
Sunny diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan perkara dugaan tindak
pidana pemberian hadiah terkait pembahasan rancangan peraturan daerah
(Raperda) Pantai Utara Jakarta. Ia juga sudah dicegah bepergian selama
enam bulan sejak 7 April 2016.
"(Bertemu) dengan Pak Ahok kadang-kadang, tidak selalu, dengan semua
pengembang dan semua warga sering ketemu kok," ungkap Sunny.
Dalam pemeriksaan itu Sunny mengaku ditanya mengenai relasinya
dengan Ketua Fraksi Partai Gerindra di DPRD DKI Jakarta yang menjadi
tersangka dalam kasus ini Mohamad Sanusi.
"Ditanya yang simple-simple saja, soal tugas dan fungsi saya di
kantor gubernur, peranan saya dalam pembahasan raperda, kemudian juga
soal hubungan saya dengan tersangka, Pak Sanusi. Itu saja," tambah
Sunny.
Namun Sunny mengaku tidak ditanya mengenai bagi-bagi hadiah atas
perannya menghubungkan Ahok dengan para pengembang tersebut.
"Enggak, enggak ditanya (pemberian uang). Hanya seputar usulan-usulan raperda," ungkap Sunny.
Sunny juga mengaku tidak ditanya mengenai kewajiban pengembang
reklamasi untuk membayar kontribusi 15 persen dalam raperda tata ruang
pantai utara Jakarta agar kontribusinya diturunkan hingga hanya menjadi 5
persen.
"Oh enggak (ditanya tentang pembayaran kontribusi), itu tidak perlu saya, gak termasuk pertanyaan," tambah Sunny singkat.
Pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati menjelaskan
bahwa pemeriksaan Sunny dan bos PT Agung Sedayu Group Sugiyanto Kusuma
alias Aguan untuk mendalami peran keduanya dalam pemberian uang kepada
Sanusi.
"Kami meminta keterangan mengenai peran masing-masing terkait kasus
ini dan juga menanyakan dugaan-dugaan terkait suap dalam Raperda. karena
dari hasil OTT kita sudah mengetahui uang dari APL (Agung Podomoro
Land) seperti itu, nah dugaan selanjutnya apakah memang ada dilakukan
perusahan-perusahaan lain," kata Yuyuk.
Namun Yuyuk tidak menjelaskan apakah KPK akan segera menetapkan
tersangka baru dalam kasus ini baik dari sisi penerima maupun pemberi.
"Kalau anggota DPRD itu (diperiksa karena) banyak keterkaitannya
termasuk juga bagaimana tata cara membuat Raperda itu, rapatnya apa saja
tahapannya, seperti itu," ungkap Yuyuk.
Sunny Tanuwidjaja diduga pernah berkomunikasi dengan Aguan untuk
membicarakan kewajiban pengembang reklamasi untuk membayar kontribusi 15
persen dalam raperda tata ruang pantai utara Jakarta agar kontribusinya
diturunkan hingga hanya menjadi 5 persen.
Sebelumnya dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Utara
Jakarta, hanya diatur kewajiban pembuatan fasilitas sosial dan umum
serta kontribusi pengembang seluas 5 persen lahan.
Namun, saat Basuki menjadi Gubernur DKI Jakarta, ia menambahkan
kontribusi 15 persen lahan sehingga pemerintah DKI Jakarta mendapat uang
Rp48,8 triliun.
Sedangkan Aguan adalah pimpinan PT Agung Sedayu yang merupakan induk
dari PT Kapuk Naga Indah, salah satu dari dua pengembang yang sudah
mendapat izin pelaksanaan Reklamasi Teluk Jakarta. Perusahaan lain
adalah PT Muara Wisesa Samudera yaitu anak perusahaan Agung Podomoro.
PT Kapuk Naga Indah mendapat jatah reklamasi lima pulau (pulau A, B,
C, D, E) dengan luas 1.329 hektare, sementara PT Muara Wisesa Samudera
mendapat jatah rekalamasi pulau G dengan luas 161 hektare.
Izin pelaksanaan untuk PT Kapuk Naga Indah diterbitkan pada 2012
pada era Gubernur Fauzi Bowo, sedangkan izin pelaksanaan untuk PT Muara
Wisesa Samudera diterbitkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada
Desember 2014.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung
Podomoro Ariesman Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinanda
Prihantoro sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp2 miliar kepada
Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi terkait
pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil Provinnsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda
Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Kamis (31/3), KPK menemukan
barang bukti uang senilai Rp1,14 miliar dari total Rp2 miliar yang sudah
diberikan kepada Ariesman meski belum diketahui total "commitment fee"
yang diterimma Sanusi. Suap kepada Sanusi diberikan melalui Trinanda
Prihantoro.
KPK pun telah mengirimkan surat cegah terhadap lima orang yaitu
sekretaris direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Berlian, karyawan PT
APL Gerry Prasetya, Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaya,
Direktur Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma, dan pemilik Agung
Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan Sugianto.
Namun hingga saat ini belum diketahui apakah Sugianto juga ikut
menyuap Sanusi atau anggota badan legislasi DPRD lain karena KPK belum
menetapkan tersangka lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar