BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 04 September 2014

Ahli: Pengadilan Bukan Cari Kesalahan Orang

Oleh: Indra Hendriana

INILAHCOM, Jakarta - Pengadilan selama ini selalu mengumbar kesalahan orang. Namun, bagi sejumlah pakar hukum, pengadilan harusnya mencari ketidak salahan orang.
Hal itu dikemukakan oleh pakar hukum pidana Chairul Huda. Menurutnya, pengadilan adalah tempat mencari kebenaran orang yang sedang dituduh melakukan kejahahatan dalam suatu perkara.

Chairul dihadirkan sebagai ahli meringankan oleh kubu Anas Urbaningrum, dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang dan tindak pidana pencucian uang, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/9/2014).

"Pengadilan harus mencari ketidaksalahan orang, bukan kesalahan orang. Jadi harus dicari apa yang menyebabkan, kemudian sebagai dasar dia tidak bersalah, bukan menjadi dasar dia bersalah. karena pengadilan adalah tempat memisahkan orang tidak bersalah," kata Chairul.

Menurut dia, apabila pengadilan hanya semata-mata untuk mencari kesalahan seseorang, itu namanya bukan pengadilan. Dasar didirikan pengadilan adalah untuk mencari ketidakbersalahan seseorang.

"Kalau semata-mata untuk menyatakan orang bersalah, namanya bukan pengadilan. Kalau pengadilan justru sekalipun sudah sekian banyak bukti menyatakan dia bersalah harus dicari lagi ada enggak sih celah untuk menyatakan dia tidak bersalah," jelas Chairul.

Dalam kesempatan ini, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (UNJ) itu juga menegeaskan, majelis hakim tidak boleh memiliki keraguan sedikitpun dalam rangka menjatuhkan hukuman bagi seseorang yang sudah dijadikan sebagai terdakwa.

"Pengadilan diperintahkan menyatakan orang itu tidak bersalah kalau tidak ada dua alat bukti, dan hakim tidak yakin dengan kesalahan yang bersangkutan. Kalau ada keraguan saja, ada dua alat bukti tapi hakim ada keraguan dia harus membebaskan," kata Chairul.

Terlebih sebagai hakim, haruslah dapat mempertimbangkan saksi yang menyatakan orang itu bersalah dan yang menyatakan orang tersebut tidak bersalah. Dengan begitu, keputusan yang diambil oleh hakim memenuhi rasa keadilan.

"Jadi kalau ada 20 saksi, 18 mengatakan bersalah, katakanlah begitu, dua mengatakan sebaliknya, hakim harus cari dasar untuk menyatakan dua ini ditolak dan menerima yang 18. Tidak boleh kemudian ada 20 saksi, dua menyatakan bersalah, hakim dengan begitu saja menyingkirkan yang 18 hanya memakai dua yang menyatakan bersalah," katanya. [gus]

Tidak ada komentar: