BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 05 November 2012

33 Kali KPK Digugat Cuma Sekali Kalah

RMOL. Perjalanan Komisi Pemberantasan Korupsi memberantas praktik rasuah di tanah air tidak pernah mulus. Sejak berdiri 2003 hingga 2012, lembaga ini 33 kali digugat.  sebanyak 9 kali gugatan perdata dan 24 kali gugatan pidana. Beruntung, kemenangan berpihak kepada KPK.
Gugatan pidana berupa pra­peradilan kepada KPK pertama kali dilakukan 20 Juni 2004. Saat itu KPK digugat terkait kasus dugaan korupsi pengadaan he­likopter yang melibatkan bekas Gu­bernur Nanggroe Aceh Da­russalam, Teuku Abdullah Puteh. Si­dang gugatan praperadilan ter­hadap KPK berlangsung di Penga­dilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (19/7/2004). KPK digugat ka­rena pemeriksaan ter­hadap Puteh da­lam kasus  pembe­lian helikopter senilai Rp 4 miliar tak sesuai pro­sedur dan ketentuan un­dang-un­dang. Selain itu, KPK dianggap hanya berhak me­laku­kan penyi­dikan terhadap Pu­teh setelah peradilan tindak pidana korupsi terbentuk.
Upaya hukum praperadilan ini kandas. Senin (26/7/2004), PN Jak­sel menyatakan tidak dapat menerima gugatan tersebut. Ma­jelis hakim yang dipimpin Cicut Sutiarso berpendapat permoho­nan pra­peradilan  merupakan  wewenang penga­dilan pidana korupsi.
Rakyat Merdeka mencatat, dari 24 gugatan pidana itu, LSM Ma­sya­rakat Anti Korupsi Indonesia atas nama Boyamin Saiman dan Supriyadi paling rajin me­lakukan gugatan yakni se­banyak 7 kali, sisanya adalah antara lain seperti M Naza­ruddin, Paskah Suzetta, Poltak Si­torus dan Ari Muladi.
Untukperdata, KPK paling banyak digugat terkait pe­nyitaan aset tersangka korupsi dan pem­blokiran rekening. Na­mun, KPK juga pernah digugat lantaran dinilai menelantarkan laporan tindak pidana korupsi. Te­ranyar, KPK digugat karena tin­dakan penggeledahan dan penyitaan barang bukti terkait barang bukti milik Korps Lalu Lintas Mabes Polri.
Beruntung, dari seluruh guga­tan pidana tidak ada satupun yang dikabulkan majelis hakim. Se­dangkan untuk gugatan perdata, KPK pernah satu kali kalah, yak­ni gugatan perdata hakim non-aktif Syarifuddin Umar. PN Jak­sel menyatakan KPK telah mela­kukan perbuatan melawan hu­kum, sehingga mengakibatkan ke­rugian terhadap Syarifuddin.
Majelis menjatuhkan vonis hukuman kepada KPK untuk membayar kerugian immaterial Rp100 juta, serta mengembalikan 26 jenis barang milik Syarifuddin yang disita. Saat ini, proses hu­kum masih berjalan karena KPK mengajukan kasasi.
Banyaknya gugatan tidak mem­buat KPK tergang­gu dalam mem­berantas korupsi. Selama ini, KPK fokus mem­proses tersangka ko­rupsi se­kalipun itu digugat hukum. “KPK tetap fokus menangani ka­sus korupsi dalam situasi apa­pun,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjo­janto, di Jakarta, belum lama ini.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, selama ini KPK menghadapi gugatan dan sering me­­nang. Makanya terhadap gu­ga­tan-gugatan itu KPK cukup per­caya diri menghadapinya.
KPK punya tim hukum yang mumpuni untuk me­lakukan kla­rifikasi atau meng­ha­dapi persi­dangan.
“KPK dalam bekerja tentu ber­bekal dari aturan perundang-un­dangan, untuk melakukan peng­ge­ledahan misalnya, tentu ada surat penetapan dari penga­dilan,” ka­tanya.
Bagi KPK gugatan merupakan hak setiap orang apabila apa yang di­lakukan oleh penegak hukum, da­lam hal ini KPK, dianggap ku­rang tepat. “KPK siap mengha­da­pi gugatan tersebut dan sudah me­nunjuk biro hukum untuk me­laku­kan klarifikasi dalam proses per­sidangan nanti,” tu­kasnya.
Supaya Nggak Salah Jalan
Boyamin Saiman, Koordinator MAKI
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) kerap mela­ku­kan gugatan terhadap KPK bukan untuk melemahkan kewe­nangan, melainkan menjalankan fungsi pengawasan publik.
“Gugatan itu dilakukan supaya KPK tidak salah jalan sehingga ke­hilangan kepercayaan dari masyarakat.”
MAKI adalah organisasi resmi bagian dari warga negara dan anak bangsa yang memiliki hak dan kewajiban menegakkan hu­kum, kadilan, kebenaran.
Dalam AD/ART MAKi selaku pelapor dan pihak ketiga berke­pen­tingan dalam penegakan hu­kum dan pemberantasan KKN di Indonesia. Dengan demikian sah berdasarkan hukum pemohon un­tu mengajukan gugatan prape­radilan.
“Apalagi ada putusan prapera­dilan hakim PN Surakarta, 9 Mei 2011 yang menyebutkan MAKI di­­kualifikasikan sebagai pihak ketiga berkepentingan sesuai pasal 80 KUHAP.”
Bagi MAKI bukan suatu ma­salah tiap kali melakukan gugatan selalu dikalahkan di pengadilan. Sebab, gugatan itu membawa pe­san ada masyarakat yang meng­awasi kerja KPK. Lagipula, MAKI se­lama tidak hanya meng­gugat KPK, melainkan lembaga lainnya.
“Jadi salah jika ada anggapan gu­gatan itu dimaksudkan untuk me­le­mahkan kewenangan KPK.
Bentuk Upaya Pelemahan
Denny Indrayana, Wakil Menteri Hukum dan HAM
Berbagai gugatan terhadap Komisi Pemberantasan Korup­si bukan hanya dilakukan di pengadilan negeri. Eksistensi KPK pun sering digugat di Mah­­­­kamah Konstitusi, tercatat sudah 17 kali Undang-Undang KPK diuji.
“Gugatan itu merupakan upa­ya pelemahan terhadap KPK.”
Selama ini upaya pelemahan itu dilakukan melalui dua cara. Pertama lewat proses legislasi di DPR dan kedua melalui pro­ses pengujian di Mahkamah Konstitusi.
Gugatan terhadap Undang-Undang KPK ini dilakukan untuk menghilangkan beberapa kewenangan KPK yang selama ini menjadi momok bagi korup­tor, seperti menghilangkan pe­nun­tutan, izin penyadapan, pem­­bentukan dewan pengawas.
“Sangat mudah dibaca, ada yang ingin KPK tidak lagi efek­tif dan kuat.”
Bagaimana posisi pemerin­tah dalam rencana revisi UU KPK? Pemerintah tidak setuju dengan upaya pelemahan KPK.
Presiden SBY pernah me­nyam­paikan dalam pidatonya bahwa upaya pelemahan KPK harus dilawan.  [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar: