TRIBUNNEWS.COM - Warga Inggris terpidana mati kasus narkoba
di Indonesia, Lindsay Sandiford, mengaku sangat takut karena aparat
Indonesia amat mungkin mengeksekusinya dalam beberapa pekan mendatang.
Dia menuding pemerintah Inggris menolak menyediakan atau mendanai pendampingan hukum kepadanya.
Dalam surat kepada BBC, Lindsay Sandiford, meminta Menteri Luar Negeri Inggris
Philip Hammond untuk menyediakan atau mendanai pendampingan hukum. Dia
mengaku saat ini tidak punya pengacara dan tidak mampu membayar jasa
pengacara.
Akibatnya, menurut Lindsay, dia tidak punya peluang untuk melakukan
langkah hukum secara optimal agar hukuman matinya dibatalkan dan
grasinya diperjuangkan.
Perempuan berusia 56 tahun dari Gloucestershire, Inggris barat daya, itu mengatakan aparat Indonesia dapat mengartikan hal ini sebagai kekurangseriusan pemerintah Inggris dalam membelanya.
Sebagai konsekuensi, tulis Lindsay, dia dapat dieksekusi dalam beberapa pekan mendatang.
Lebih jauh, dalam surat yang dilayangkan sepekan sebelum Menlu Inggris Philip Hammond dijadwalkan berkunjung ke Indonesia, pekan depan, Lindsay mengaku pemerintah Inggris tidak membantunya sejak dia ditangkap aparat Indonesia.
Kedutaan Inggris
Sementara itu, Kedutaan Besar Inggris
di Jakarta menyatakan mereka telah menawarkan dan menyediakan sokongan
konsuler kepada Lindsay secara konsisten. Namun, pada suatu ketika
sokongan itu dihentikan lantaran Lindsay yang menolak.
Bagaimanapun, sebagaimana dinyatakan Kedutaan Besar Inggris, pemerintah Inggris menentang hukuman mati kepada Lindsay Sandiford.
“Inggris
menentang hukuman mati dalam keadaan apapun tanpa pengecualian. Kami
telah menyatakan hal itu kepada pemerintah Indonesia dan kami akan terus
melanjutkannya,” sebut pernyataan dari Kedutaan Inggris.
Lindsay Sandiford dijatuhi hukuman mati di Pengadilan Negeri Denpasar,
Bali, pada Januari 2013 lalu setelah dinyatakan bersalah menyelundupkan
4,7 kilogram kokain ke Bali pada Mei 2012 dalam penerbangan dari
Thailand.
Kokain tersebut, yang termasuk narkotika golongan I, diperkirakan bernilai Rp24 miliar.
Eksekusi terpidana mati kasus narkoba
mulai dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo pada pertengahan
Januari lalu. Kala itu, dari enam orang yang dieksekusi, lima di antara
mereka merupakan warga asing. (bbc.co.uk)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar